logo mak-adang.com

Kisah Surau Tuo (20): INI KATA SOSIOLOG TERKEMUKA ASAL MINANG TENTANG ‘MAMAKIAH’

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     21/01/2024    Kaba Ari ko,Kearifan Lokal   221 Views
Kisah Surau Tuo (20): INI KATA SOSIOLOG TERKEMUKA ASAL MINANG TENTANG ‘MAMAKIAH’

Oleh: Ampera Salim SH. M. Si.

Mak-adang menurunkan setiap Ahad pagi pukul 07.00  tulisan bersambung tentang Surau Tuo, sebagai potret pendidikan masa lalu. Surau diyakin pendidikan terbaik dan paling modern yang mengagetkan penjajah Belanda masa itu. Di Surau pula perlawanan dan perjuangan kemerdekaan dimulai, baik fisik, mental, dan intelektual. Selamat membaca.***

Mak-adang.com, PADANG PANJANG.

Sosiolog Mochtar Naim  mengatakan  kegiatan mamakiah, seperti dilakukan santri Darul Ulum dan beberapa santri pesantren lain di Sumbar, hampir sama dengan yang dilakukan calon pemimpin di daerah Tibet, Thailand dan Kamboja.

Di daerah itu, kata Mochtar, calon pemimpin masyarakat itu harus dilatih kesabarannya, diasah rendah-hatiannya, dengan menjadi orang papa di tengah masyarakat, selama beberapa tahun. Mereka mencoba hidup dari masyarakat, sambil menyelami prilaku masyarakat. Tujuan akhirnya bagaimana seorang pemimpin itu tidak sombong, tidak angkuh dan rendah hati.

Dan, terakhir yang sangat diperlukan mereka, kata Mochtar, mereka tahu betul dengan kehidupan masyarakat, perasaan masyarakat yang dipimpinnya. Kurang lebih itulah yang didapatkan santri Darul Ulum dalam mata pelajaran mamakiah.

Seperti diakui Guru Besar Darul Ulum Buya H. Jakfar Tuanku Imam Mudo, lulusan darul ulum, sejak dahulu hingga kini, tetap berguna bagi masyarakat. Umumnya mereka yang telah selesai mengaji di Pesantren ini, langsung berbaur ke masyarakat di kampung masing-masing.

“Setamat dari Darul Ulum, mereka umumnya, diangkat menjadi Imam Masjid, Ulama Nagari dan juga ada yang dipercaya menjadi Wali Nagari. Kalaupun mereka akhirnya pergi merantau, mereka tetap dekat dengan masjid dan umat disekitar tempat mereka tinggal,” kata Jakfar.

Jakfar menambahkan santrinya banyak berasal dari Nagari Tujuh Koto Kab. Padang Pariaman, Tanjung Simalidu Kab. Darmasraya, Aripan Kab. Solok dan Lumindai, Sawahlunto serta Nagari Malalo, Simaeang, Singgalang, Sungai Tarab Kab. Tanah Datar.

Sama halnya dengan sekolah lain, setamat belajar anak didik menempuh jalur hidup masing-masing. Karena itu pula sekedar untuk diingat, mereka yang pernah belajar di pondok ini, ada yang juga yang jadi PNS, Pengusaha, Pedagang dan lain lainnya.

Sayangnya sejak dahulu kami tidak mencatat, nama-anam alumni. Sehingga jumlah santri yang pernah belajar di sini, tidak terdata dengan rapi. Kalau diperkirakan sejak 1942, jumlahnya mungkin sudah puluhan ribu,” kata salah seorang anak pendiri Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Tuanku Salim Malin Kuning. ****

Penulis: Kadinas Kominfo Kota Padang Panjang.

Jika pembaca tertarik berdonasi agar tetap bertahan pendidikan ala Surau di masa dulu di Minangkabau, dapat menyalurkan ke:

Bank Nagari Syariah

 Rekening: 72020201001560
A/n. PONDOK PESANTREN DARUL ULUM Padang Magek.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *