Mak Adang.com mengutipkan rujukan tentang pariwisata berkelanjutan berikut ini.
Masih banyak masalah dan tantangan terkait pengembangan pariwisata berkelanjutan (lihat: Harris, R. dan Leiper, N., 1995, Pariwisata Berkelanjutan: Perspektif Australia, Butterworth-Heinemann, Sydney) masih sangat banyak bukti hari ini. Tantangan itu adalah 1) kesulitan koordinasi dan kerjasama banyak pemangku kepentingan yang terlibat dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan. 2) Keterbatasan yang melekat dalam berbagai upaya industri pariwisata (missal voluntary codes of practice /kode praktik sukarela) untuk mendorong adopsi praktik berkelanjutan. 3) kesulitan sumber daya dan pengetahuan UMKM dalam operasional mereka ‘lebih hijau’ (green paradigm).
Sementara industri pariwisata, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya masih bergulat dengan masalah lama yang jelas relative sulit bergeser ke ‘paradigma hijau.’ Padahal pengembangan pariwisata berkelanjutan terjadi dengan cepat baik di dalam industri pariwisata itu sendiri maupun di daerah tujuan wisata.
Pariwisata berkelanjutan dicanangkan setelah Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan, mengumumkan pembangunan berkelanjutan adalah ‘kebijaksanaan konvensional baru’. ‘Kearifan konvensional baru’ ini mendorong bisnis untuk beralih dari fokus tunggal pada keuntungan menjadi perhatian terhadap apa yang telah terjadi dikenal sebagai ‘triple bottom line’; yaitu, kinerja keuangan, sosial dan lingkungan. ***