logo mak-adang.com

Catatan Harianku (1045): SEIKO 5

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     8/03/2023    Catatan Harianku   144 Views
Catatan Harianku (1045): SEIKO 5

 

Mak-adang.com   memuat kisah yang ditulis 5 November 2022 

Trims teman group wa Kesrek 89 yang telah membagikan kembali foto ini.

Ada yang jauh, tapi bisa bertemu. Tapi ada dalam foto ini yang tinggal dan mengajar di Depok, tapi tak pernah bisa dihubungi.

Pertemuan benar-benar seperti rezeki. Ada karena ada jalannya.

O ya, di foto 1, saya jadi ingat kemewahan yang dicurahkan papa: Jam Seiko 5 putih.

Jam itu sudah saya pakai sejak SMP kelas 2. Ceritanya saya sudah tiga kali juara kelas. Ehm.

Lalu, sebelumnya, kelas 4 SD saya sudah punya sepeda mini. Seiko juga mereknya. Dibeli di Medan saat papa beli barang.

Sepeda mini itu lalu sering dipakai papa untuk ‘palasah.’ Ke toko, pulang ke rumah, lalu ke Sumur Ladang atau rumah yang sekarang di depan Masjid Jihad, kala itu sedang dibangun.

Lalu, lagi lagi hadiah juara tadi, mama lalu berkata sangat meyakinkan. “Belikanlah si Andi jam tangan. Sebab sepeda untuk dia awak (=papa) sendiri yang pakai.”

Papa lalu membelikannya dimana, saya lupa.

Saat tidur malam tadarus di masjid Al-Jihad, saya kuatir jam itu hilang. Maklum di masjid banyak orang. Bercampur antara remaja masjid yang mengaji, atau mereka yang memang mau main saja, atau batanggang malam hari.

Saya lalu menyelipkan jam itu agar tak kelihatan ke paha, dengan badan miring ke kanan. Pagi hari baru saya tahu goresan batu kerikil sangat kecil melukai sudut kaca jam itu.

Jam itu nyaris hilang karena tertinggal di SMP 2, atau disebit SMEP, kini SMP 4 Duri, Riau. Saya lupa mengambilnya dibalik batu, di bawah tiang bola voli, karena siang hari menjelang pulang, kami ‘berlaga’ setengah lapangan, kadang kala dua lawan dua seperti voli pantai sekarang yang tiga pemain.

Keesokan hari, saya mendatangi kantor sekolah. Pak Almizar lalu membenarkan ada anak sekolah siang yang menemukan, langsung menyerahkan ke kantor. Alhamdulillah, kota kecil masih ada rasa peresa sehingga barang yang ketinggalan besar harapan dikembalikan penemunya.

Sampai lulus sarjana, 1994, saya masih pakai jam tersebut. Baru tahun 1995, seingat saya, saya memakai jam hadiah Gajah Tunggal. Dibagikan saat ada kunjungan pengusaha China, saat saat baru menjadi wartawan BI.

Jam Seiko 5: mungkin cara saya ingin mengatakan sebenarnya di masa kecil, sebagai anak pedagang di Duri, papa lumayan mapan. Di Novel, karena harus mencontohkan semangat belajar, maka saya memang menonjolkan kisah duka, daripada suka. (korban teori menulis novel).

Oleh sebab itu, pernah terlintas di pikiran saya menulis paradok dari Novel Mak Adang itu. Supaya ‘tersinggung’ sedikit mereka tentang kemunduran saat ini. Banyak ditulis hal yang baik (soal sosiologis) , seperti kurang menggelitik.

Padahal kalau ditulis daftarnya banyak hal buruk juga tentang masyarakat kampung Nagari Keramat itu.

Kembali lagi, mengapa saya menulis selalu hal baik. Itu pelajaran dari ilmu jurnalistik.

Kira-kira nasehatnya begini: “apapun yang terjadi ada bangsa mu, suku dan kampungmu, tulislah sesuatu agar mereka terus optimis.”

Akhirnya, tak jadi juga saya buka ‘aib-aib’ itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *