logo mak-adang.com

Bernagari dan Bernegara (7): AKHIRNYA BANAGARI, TAPI BEGINI KONDISI KAMPUNG HALAMAN.

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     11/12/2023    Kaba Ari ko,Kearifan Lokal   137 Views
Bernagari dan Bernegara (7): AKHIRNYA BANAGARI, TAPI BEGINI KONDISI KAMPUNG HALAMAN.

Oleh: M. Fuad Nasar.

Mak-adang.com menurunkan tujuh tulisan yang penting diketahui Orang Minangkabau yang disebut Anies Baswedan sebagai Kampungnya Para Pendiri Bangsa. Setiap Senin pukul 07.00 bagaimana sejarah bernegara ini kami terbitkan untuk dunsanak. Selamat membaca.***

Mak-adang.com, PADANG.

Orang Minang atau masyarakat Sumatera Barat kembali ke Pemerintahan Nagari setelah beberapa dekade berpemerintahan desa. Menarik dibaca ulasan budayawan Minangkabau Amir M.S.Datuk Mangkudum Nan Sati dalam Tanya Jawab Adat Minangkabau (Karya Dunia Fikir, Jakarta, 2005) bahwa kemunduran dan kekisruhan dalam masyarakat Minangkabau yang mendorong pemikiran untuk kembali membentuk Pemerintahan Nagari. Kembali kepada Pemerintahan Nagari dapat ditafsirkan kembali kepada bentuk Pemerintahan Nagari yang berlaku sebelum tahun 1983 atau dapat juga membentuk Pemerintahan Nagari yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dewasa  ini.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan aturan turunan Pelaksanaan Undang-Undang Desa menjadi dasar hukum Sumatera Barat kembali ke pemerintahan nagari. Kembali ke pemerintahan nagari tentu bukan sekadar kembali kepada bentuk pemerintahan asli yang berlaku sebelum tahun 1983 tetapi sekaligus untuk menjawab perkembangan masa depan.

Dalam konsiderans menimbang pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ditegaskan bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam “berbagai bentuk” sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis, sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Dengan demikian, pelaksanaan Undang-Undang Desa perlu dipahami dalam kerangka melindungi dan memberdayakan bentuk dan tatanan administrasi pemerintahan yang telah melembaga di masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menyusul perubahan Undang-Undang Desa, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan DPRD Sumatera Barat telah membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari.

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 yang memperbarui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, menegaskan bahwa nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hukum adat sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam menindak-lanjuti Undang-Undang Desa di Sumatera Barat, pernah muncul wacana pemekaran nagari. Wacana dimaksud perlu dikaji dan ditimbang lebih hati-hati secara matang. Mungkin di sebagian nagari atau kecamatan tidak menjadi masalah, tetapi di sebagian besar daerah menimbulkan polemik pro dan kontra. Pemekaran nagari memiliki dampak sosial kemasyarakatan jangka panjang yang tidak sederhana. Pemekaran nagari memunculkan isu krusial, seperti penentuan tapal batas nagari, pendapatan nagari, pembagian tanah ulayat, regrouping kerapatan adat dan tentu saja kerugian historis.

Penulis menyimak pendapat tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat, termasuk kalangan pengurus LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) beberapa tahun lampau merasa keberatan dengan pemekaran nagari. Pemekaran nagari belum tentu membawa dampak positif pada semua kecamatan, apalagi kondisi psikososial masyarakat kita dewasa ini terutama di lapisan akar rumput begitu mudah tersulut ke dalam sengketa komunal dan konflik sosial.

Bagi orang Minang yang berada di ranah maupun di rantau, memperkuat nagari berarti memperkuat negara, dan sebaliknya mengabaikan tatanan bernagari sama dengan memperlemah salah satu sendi bernegara. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan nagari di Sumatera Barat perlu diberdayakan sebagai elevator kemajuan masyarakat yang sejahtera. Anak nagari perlu memahami, menghayati dan menjalankan pesan falsafah adat, alam takambang jadi guru, mambangkik batang tarandam (alam terhampar jadi guru, membangkitkan kejayaan masa lalu yang terpendam).

Penulis sependapat dengan Saafroedin Bahar (almarhum) bahwa masalah dasar kita, di antaranya ialah bagaimana menghentikan dan mengatasi gejala involusi (penciutan) wawasan keminangkabauan dewasa ini. Selanjutnya  bagaimana caranya untuk mempersiapkan, memilih serta mengendalikan kinerja para Kepala Daerah dan para Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik pada tingkat kota/kabupaten maupun tingkat provinsi, serta para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI, yang akan membawa kemajuan bagi suku bangsa Minangkabau secara berkelanjutan.***

TAMAT.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *