Mak-Adang.com merilis di sini catatan harian yang ditulis pada 7 Februari 2021, Hari itu berttepatan dengan milad H. Erimen. Sepekan ini sebenarnya ada kegoncangan dalam perjalannya memasuki dunia politik. Namun untuk sementara kami abaikan. Toh tanpa menghiraukan politik, ia terus mengguncang kampung halaman dengan Jum’at Berkah: Kupon yang idbagikan di Subuh hari Jumat yang dapad ditukat dengan nasi bungkus, penganan pagi, dan paket Sembako . Jumlah itu kecil, tapi dampaknya secara sosial cukup tinggi. Kami akan membahasnya secara khusus di lain waktu, mengapa Jumat Berkah itu ‘menggerakkan’ Semoga.
Berikut tentang Erimen . Selamat menikmati di kolom khusus Ikrar Sedunia, yang kami dedikasikan untuk memperdebatkan kampung halaman.
****
Nah. Tunggu saya akan tulis.
ini dia.
Ini adalah foto terbaru kami, tadi malam di Candi. Sejak pukul 14.00 sampai pukul 21.00. Kami mengobrol sambil mengopi dan makan nasi uduk di sana. Ada Pak Fir, da Nefli Munir yang sering saya panggil Buya, dan Erimen Amir, yang sering saya panggil Pak Aji.
Sengaja berfoto bersama. “Sebab dengan calon Wakil Ketua ….. (ada di bagian bawah tulisan) yang pekan depan akan pulang kampung,” kata saya. Pak Fir menyambut dengan tawa kecil.
“Fotonya tolong juga ditulis.” Begitu pesan Pak Fir menjelang meluncur ke arah Pasar Genjing. Saya yang diberi oleh-oleh karupuk jangek dari Erimen, menuju Sentiong. Dan kemudian turun di Cikini.
agi ini facebook memberi tahu Milad Erimen. Seakan ingat pesan Pak Fir, maka saya rencanakan tulisan ini. Walau melipir sebentar ke tentangga yang mengundang ‘pesta sunat.’
***
Apa yang kami bahas demikian panjang, tadi malam, itu yang ingin saya paparkan di sini. Akan tetapi tulisan ini fokus tentang masalah kepemimpinan di Masyarakat Minang, seperti Nagari Keramat ini, yang sulit dipimpin. Ada pameo: tak ada prajurit, semua jenderal.
Erimen adalah cara saya untuk menguraikan agar mudah dipahami.
Ada fokus, pembatasan, dan metoda, kira-kira saya ingin mengatakan sedikit ilmiahlah. Apalagi yag menulis Doktor yang hobi mengolah kata, memaparkan kisah. Hahaaaahhaaa.
***
Kemaren, Erimen seolah ‘menyerahkan diri.’ Ia datang mengajak Pak Fir, Buya, dan Saya karena ada keputusan terkait tawaran jabatan di Tanah Datar.
Saya mendapat kesempatan bicara pertama. Saran saya di awal ada dua hal. Pertama, bisa jadi keleluasaan Pak Aji melakukan siaran langsung Ikrar Sedunia harus diatur sedemikian rupa. Sebab, sesuai pengalaman saya bidang jurnalistik, tidak semua informasi bisa dibuka kepada publik. Apalagi berkaitan dengan keputusan bersama. Atau terkait orang yang lebih tinggi.
Kedua, seiring jabatan di Tanah Datar, saya sarankan Pak Aji mengambil kuliah. Yang penting setelah itu menjadi sarjana. Jadi kalau jabatan tidak lancar, ada pendidikan yang bertambah.
“Nah.. saya suka ini, saya tak kira Andi ini beri saran luar biasa. Doktor,” kata Pak Fir. “Saya pesan kopi dulu. Ini karena enak ota,” kata Fir sambil berdiri ke pintu. Hahaa.. saya hanya tertawa. Soalnya Pak Haji pernah bercerita kepada saya, lebih 30 tahun lalu, sudah mau daftar di Universitas Bung Hatta. Juga sudah ada kedai tempat bekerja. Tapi gagal. Kala itu ia terpaksa berdagang melintas pulau dari kampung menuju Jawa Timur.
Soal usul saya pertama, Pak Fir menyarankan semua kegiatan sosial Pak Aji tetap dipertahankan. Bantuan sosial, rumah ibadah, perdagangan, termasuk media sosial. Terkait sekolah Pak Fir apresiasi, apakah mengambil jurusan Hukum, Pendidikan Agama Islam, bisa di negeri atau di universitas swasta, dll.
Saya mengalami sekolah dengan atau saat menjadi tenaga ahli di DPR-RI. Sehingga meyakini rezeki untuk sekolah datang dari pintu berbeda. Tidak akan kelaparan orang yang sedang menuntut ilmu. Walau memang tidak bisa menjadi kaya.
Sekolah juga bukan sekadar belajarnya. Tapi jaringan baik kampus maupun alumninya. Secara filosofis belajar membuat orang lebih bijaksana. Selalu merendahkan diri, agar ilmu tersebut masuk ke dalam hati.
***
Inilah kali pertama Erimen butuh nasehat. Dan itu juga dilakukan oleh eksekutif manapun. Seingat saya, Erimen hanya satu kali minta saran tentang tip meliput siaran profil. Saat ia akan ke Semarang. Saya kebetulan punya buku panduan Majalah Tempo tentang itu. Tanpa ceramah, saya menfoto buku tersebut. Di sana lengkap apa saja yang perlu digali tentang profil seorang tokoh.
Jauh sebelumnya, Erimen tidak pernah ingin belajar. Menurut dia, semua yang dilakukannya sudah cukup untuk menampilkan kegiatan/program, atau pikiran orang orang besar, khususnya asal Nagari Keramat ini.
Ini salah satu uniknya. Oleh sebagian orang, keunikan Erimen ini dianggap perbedaan yang tak bisa dimaafkan. Terkait itu pula, tadi malam, juga keluar ucapan mengapa Erimen keluar dari organisasi Nagari, yang sangat ia cintai.
Ia lalu menyiarkan berita duka, menggalang dana sosial melalui siaran Live Ikrar Sedunia di Facebook. Itu pun tidak mudah. Ia beberapa kali pula bagai ‘disensor.’ Teguran langsung atau tidak langsung. Tadi malam, malah ia menceritakan ‘bidikan’ ada yang masuk ke wilayah pribadi: usaha, keadaan ekonomi, keluarga, dll.
Di sinilah saya ingin mengatakan ‘pemberontakan’ Erimen selama ini, tak lain karena lemahnya kepemimpinan. Tidak banyak yang paham bagaimana mendekati dan ‘memanfaatkan’ Erimen agar berdampak lebih besar bagi kebaikan masyarakat. Ia bagai air , yang kalau dihalangi akan menerabas dan membawa hanyut.
Terbukti, saya pernah menjadi Sekjen Ikrar, Jakarta. Kala itu sebagai calon ketua, saya hanya berbeda tipis dari ketua terpilih. Erimen menjadi wakil sekretaris. Bila ada masalah yang dilanggar soal organisasi, saya memaafkannya. Dengan demikian hubungan pribadi tidak pernah retak. Komunikasi demikian pula. Bila tak ada urusan, karena tidak ada jabatan dan tanggung jawab misalnya, sekali sebulan saya tetap meneleponnya.
Ada kemungkinan di satu hal saya punya kelebihan. Tapi cara saya menghargainya, tidak berbeda bila saya bicara dengan dosen, atau profesor sekali pun. Sebaliknya kita saling tuding dan bergurau. Tapi kemudian tertawa bersama.
Itulah sebabnya, sepanjang untuk kebaikan organisasi, saya berlaku sebagai kawan, bukan Satpam baginya.
Dan supaya tahu saya, Erimen ini, bagai da Maibon dan da Mariyetno di alumni saya, di Jakarta, yang saya juga pernah jadi Sekumnya. Kalau pandai membawakan diri dengannya, ia menyerahkan semua waktu, bahkan nyawanya. Ia mau mati demi organisasi.
Inilah yang saya sebut masalahnya fokus soal kepemimpinan.
Kepemimpinan yang lemah dan harus mengoreksi diri. Berhubung jelas saja berbeda memimpin perusahaan dan memimpin masyarakat. Membawahi anggota/anak buah, dengan menggerakkan kawan sebaya, yang mesti dihormati, walau ia berbeda: kurang gagah, tidak berlebih, tidak pintar sekalipun misalnya.
Dari pengalaman sedikit ini, saya ingin membuktikan, kini, memimpin urang awak itu tidaklah susah. Ada pendekatan hati yang kuat. Ada pendekatan perhatian yang menjembatani. Ada pola yang memang tidak sama, satu orang dengan orang lain. ‘Mengolah’ orang yang berbeda-beda itulah tugas pemimpin. Mengatur orang sekehendak hati, dibawah tekanan bagai anak buah adalah tugas direktur perusahaan.
Dan kami kemaren sepakat, mendukung Erimen pulang kampung 10 Februari 2021 ini. Sekaligus mengemban tugas sebagai pengurus Ormas/pol di Tanah Datar. Bila ia berhasil, saya, Pak Fir, dan Buya Nefli tentu merasa berhasil pula. Sebab ia punya potensi, dan kini ada kepercayaan di tangannya.
Pemimpin: Membesarkan orang lain, bukan membusungkan dadanya. Gapuak indak membuang lemak, santiang nda mambuang kawan.
Selamat Milad Pak Aji Erimen Erman Amir.
***