Oleh: Andi Mulya
Penulis Disertasi tentang Jurnalistik Olahraga Universitas Negeri Jakarta.
Muhammad Ridwan, biasa dipanggil Dewan, siswa kelas X di Muhammadiyah 3 Limau, Jakarta. Kini aktif bermain bola di akademi PSF Pancoran.
Dewan adalah anak kedua dari empat bersaudara. Selain sepak bola, dia juga pernah merebut medali perunggu Tapak Suci, pada Piala Gubernur, dan nedalii emas tingkat daerah. Pada usia SD kelas 6, Ridwan juga menjadi juara 1 dalam kompetisi seni.
MAKNA KEMENANGAN SUARA SHADIQ TERKAIT PETA POLITIK LOKAL DI NAGARI KERAMAT RAO-RAO
Siapakah Dewan? Ia adalah putra dari Humaira dipenggal Era, tinggal di Cipulir. Jakarta. Pekan lalu Dewan baru selesai mengikuti tes pemain tim nasional U-16.
Langkah Dewan satu hal baru, yakni prestasi sepakbola profesional. Relevan dengan fakta sejak dulu Nagari Rao-Rao, tempat kedua Ortu Dewan berasal sudah memiliki potensi pemain sepak bola terbaik.
Berikut dimuat secara bersambung artikel jurnal dibawah arahan ahli sejarah Universitas Indonesia. Dr. Bandan Kanumoyoso.
“Ini tulisan yang menarik, karena Minangkabau selama ini hanya dikenal sebagai ahli fikir dan intelektual,” katanya dalam seminar online.
Lengkapnya, ikuti setiap Sabtu mulai hari ini.
***
Info: Minangkabau dan Perubahan (4): MENGAPA ORANG MINANG MERANTAU
Mak-adang.com, JAKARTA
Sepak bola adalah olahraga paling populer di dunia (Mulya, Tempo, Aji, National Geoghrapic), dimainkan anak-anak sampai orang dewasa. Indonesia memiliki sejarah prestasi sepak bola sejak masa perjuangan, yakni Piala Dunia di Perancis, tahun 1938, dimana pemain Indonesia mewakili Hindia Belanda, karena Indonesia masih dijajah.

DIVISI I: Putera Rao-Rao pernah berjaya sebagai pemain Divisi I (foto dok ris)
Olahraga ini digemari lebih dari separuh penduduk dunia dan dipertandingkan sekali empat tahun disebut Piala Dunia, Di Indonesia pemainan juga sepak bola berkembang dari kota sampai ke pelosok desa di tanah air, termasuk di Rao-Rao Batusangkar. Rao-Rao adalah salah dari Nagari berpenduduk 1.500 jiwa, di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Ada lima indikator olahraga ini tumbuh pesat sejak dulu. Pertama Nagari Rao-Rao memiliki lapangan bola standar Kabupaten. Kedua Nagari juga punya Klub sendiri bernama Persatuan Sepak Bola Rao-Rao, disingkat PSR. Ketiga, PSR telah berdiri sejak tahun 1956, bahkan sebelumnya telah ada pertandingan, namun belum bernama Klub seperti PSR sekarang (Yusri Taher, 2021). Keempat, di Rao-Rao aktif digelar pertandingan sepak bola, baik iven tahunan, seperti peringatan HUT RI, maupun pertandingan sekolah. Pertandingan antar Nagari terdekat digelar setiap hari Rabu, dengan penonton cukup ramai untuk ukuran kampung sekecil Nagari.
Permainan bola di Rao-Rao aktif sejak than 1970, atau 50 tahun sampai sekarang. Sebagai dampak merantau , pemain PSR tersebar ke berbagai daerah, terutama DKI Jakarta, Jakarta, dan Riau. Di Pasar yang banyak pedagang asal Rao-Rao berdiri klub sepak bola, dan pernah menjadi juara lokal, seperti di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. PSR yang terdiri dari pemain utama dari pedagang di Pasar Swakarya, Duri, berhasil merebut Juara I dari Piala Caltex (Chevron saat ini).
Satu pemain, Pemain PSR Rismal Bakar, sudah menjadi pemain Persatuan Sepakbola Batusangkar dan Sekitarnya (PSBS). Salah satu pemain era tersebut yang kini bergelar pendidikan S3, Doktor di Jakarta, menyebut Rismal, atau dipanggil Ris Mak Etek, disebut sebagai Maradonanya Rao-Rao (Hanif, 2021). Rismal bermain sejak menjadi siswa SMEA di Batusangkar, dan kemudian menjadi Kapten di PSBS. Prestasi PSBS meningkat sampai ke Divisi I, sehingga bertanding ke berbagai daerah, termasuk ke Senayan Jakarta, tahun 1980-an. Akan tetapi sampai hari ini prestasi PSR cendrung tidak berkembang. Bahkan secara sepintas terlihat makin merosot.
Ada beberapa dugaan mengapa prestasi pemuda Rao-Rao dan PSR tersebut tidak berkembang. Pertama, masih minim pembinaan, baik dari pemerintah dan swasta, maupun organisasi cabang PSSI di daerah. Kedua, sebagai dampak merantau sehingga pemain di Rao-Rao kekurangan sumber daya/personil. Ketiga, ada kemungkinan bagi pemuda Rao-Rao bermain bola tidak punya marwah/penghargaan. Banyaknya pemuda merantau seiring dengan menjadikan bermain bola sebagai pengisi waktu senggang, bukan prestasi.
Berkaitan dengan itu, penting dilakukan penelitian berjudul: “Budaya Berolahraga di Rao-Rao, Sungai Tarab, Tanah Datar Sumbar (Studi Awal tentang Budaya Sepak Bola Nagari yang Dominan Merantau).
*) Tulisan ini adalah bagian dari makalah akhir Bimtek Sejarah Kemendikbud RI (2021).

2 thoughts on “SEJARAH DAN BUDAYA BERMAIN SEPAK BOLA DI RAO-RAO: DULU, KINI DAN MASA DATANG”