logo mak-adang.com

Catatan Harianku (484): AQIQAH AISYAH DI DARUL ULUM.

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     26/02/2023    Catatan Harianku   95 Views
Catatan Harianku (484): AQIQAH AISYAH  DI DARUL ULUM.

Mak Adang. com  menyiarkan kembali Catatan Harianku yang ditulis lima  tahun lalu berkaitan dengan aqiqah Aisyah.

Aqiqah dengan memotong seekor kambing Iti  sudah digelar dua bulan sebelumnya.  Namun  dokumentasi foto  tertunda didapat kala itu.  Sebab  seperti  terlohat di foto,  ibadah  kategori sunat muaqqad itu  dilaksanakan  di Pondok Pesantren  Darul Ulum,   Batusangkar.

Ada  kartu ucapan  selamat aqiqah Aisyah,. Ada pula  detik-detik usai kambing disembelih  dengan darah terserak di dekatnya.  Juga ada foto satu santri senior yang memperagakan novel  Mak Adang  dari Nagari Keramat, novel 1 kami.

Berikut ceritanya  yang menyebut   aedikit persahabatan dengan Ampera Salim,  yang kimi Kepala Kominfo Kota Padang Panjang.

Selamat  mengikuti terus Catatan Harianku yang serinya sudah lebih 1000. Namun  kami muat bertahap ke web Mak Adang.com.
***

Hari ini dua bulan lalu, tepatnya 26 Desember 2017, si bungsu kami,  Aisyah yang lahir 2 Agustus 2016 merayakan aqiqah dengan seekor kambing.

Tidak ada makan-makan dan mengundang karib kerabat di rumah.  Juga tidak ada masak-masak seperti aqiqah umumnya.

Pasalnya Aisyah dan kami semua berada di Kab Bogor pas libur akhir tahun menulis buku, sementara kambing itu digesuk 1.500 km. ke arah Gunung Merapi di kampung.

Adalah teman semenjak kuliah dan sama menjadi wartawan tahun 90-an yang menfasilitasi perayaan aqiqah ini.

Ampera Salim Patimarajo namanya. Lulusan Hukum Unand dan Ekonomi Ekasakti lalu S2 UGM jurusan otonomi daerah.  Tapi ia senang sejarah dan sastra Minang.

Kala satu kali ia menulis di fb tentang Pesantren Darul Ulum, di kampungnya di Padang Magek Sumbar, kontan saya tertarik.  Apalagi pendirinya Ayah kandung beli sendiri, wafat 1987. Tapi sejak 1984 diteruskan salah satu dari murid atau lulusan Darul Ulum sendiri.

Dibawah dua guru yakni Pak Sayuti dan Tuanku Jafar pondok itu kini berkembang sampai 300 murid putra putri.

Saya makin takjub dengan ciri Pondok ini yang tradisional,  tempat belajar siswa kurang mampu, tapi lulus dari situ umumnya menjadi guru mengaji  termasuk bisa melanjutkan ke Universitas Islam. Satu murid di sini ada yang diterima belajar di Al Azhar Mesir namun gagal karena ketiadaan biaya bertepatan huru hara negara itu beberapa tahun lalu.***


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *