Pada 28 Desember 2021, Mal Adang menuliskan Catatan Harianku (1020) yaknk keberuntungan Afiq berjumla dan berfoto bersama dengan Suber Indonesia do Turki.
Ini adalah souvenir terbaik tahun ini. Setelah dalam tiga bulan Afiq menjejakkan kaki di Turki. Mulai dari berangkat, masuk kursus bahasa, mengurus visa pelajar, masuk universitas di kesempatan sela yang kuotanya sedikit di Univ. Negeri Sakarya, pindah rumah ke asrama sebagai syarat visa pelajar tersebut, dipanggil Memet nama kesayangan dan sangat dihormati akibat sekulerisme sejak 1924, serta lapor diri ke Ankara, yakni 3 jam perjalanan dari Sakarya.
Berhubung saya masih sibuk (cihui), belum dapat info lengkapnya, mengapa Afiq beroleh kesempatan berfoto dengan Dubes RI di Turki.
Dengan mantap pula, ia pancangkan cita-cita bahwa 20-25 tahun ke depan (mudah-mudahan kami ayah bundanya masih ada, aamiin) ia akan menjadi Dubes dengan penguasaan empat bahasa. Arab dan Inggris bekal dari Pondok, Bahasa Turki yang masuk level 2 setelah kelulusan dua minggu lalu di level 1. Dan satu bahasa lagi bila semester 5 sebagai mahasiswa Hubungan Internasional harus mukim satu semester dibiayai kampus di Eropa.
Pilih bahasa apa Yah? tanyanya? Jerman atau Belanda, jawab saya. Entah mengapa saya tidak menjawab yang lain: Perancis, Jepang atau China atau Rusia, misalnya.
Prinsip saya sederhana. Jerman karena para alumninya sangat mandiri. Jerman juga punya marwah dalam teknologi, sehingga orang lulusan Jerman tidak mau memakai produk lain mulai dari rumah alat rumah tangga sampai mobil.
Belanda? Hubungan budaya dan sumber-sumber ilmu pengetahuan sosial tentang Asia, terutama Melayu/Indonesia, sangat lengkap di Belanda.
Benarkah alasan saya. Entahlah. Tapi ini kebiasaan orang-orang hebat yang saya pergauli dan teman diskusi. Semua dimulai dari mimpi. Dan mimpi itu gratis.
Kesungguhanlah yang mengantarkan ke sana atas izin Allah swt. Seperti mas Samsul Muarif wartawan Asahi Tv Jepang bilang, kemaren, yang penting semua sudah di jalur yang benar (on the track).
Selamat Afiq, sudah berani bercita-cita. Tegakkan kepala, busungkan dada tanda penuh keyakinan di setiap langkah. Lalu senantiasa bersandar kepada Allah swt pembuka semua jalan, pemaksa semua kehendak. Aamiin.
Dan sebentar lagi, saya akan membuat group wa yang anggotanya dibawah 15 orang, terpilih, hanya yang beberapa waktu lalu menyatakan putra/putrinya akan menyusul Afiq sekolah di Turki. Menjelang berangkat, dalam bimbang, saya sudah pesankan Afiq, komitmen membantu siapa saja yang ingin sekolah Turki. Jadi amal, tapi saya meyakini, ada jalan yang terbuka dari niat baik dan bantuan yang ikhlas.
Tepatnya mungkin dua pekan lagi, group wa tersebut saya buat. Sebab pada pertengahan Februari, adalah batas akhir beasiswa Turki: Turkiyes Buslary, yang tidak boleh diabaikan. Walau sejak dua tahun lalu, Afiq tidak lulus untuk tiga lamaran ini. Siapa yang menyusul, mudah-mudahan jalannya lebih mudah. Aamiin.
dari cerita ini saya jadi ingin mempunyai cita cita yang tinggi agar mempunyi tujuan hidup yang bermanfaat