Kampuang nan Jauah Maso Saisuak
Sewaktu bermenung-menung mencari “ilham” memikirkan apa yang hendak ditulis untuk “kata pengantar” memperkenalkan novel karya Andi Mulya Fachri ini, saya teringat tiga judul buku mengenai Minang
kabau yang pernah saya baca (walau pun tidak seluruhnya) lebih 50 tahun yang lalu.
Profesor Dato Dr. Firdaus Haji Abdullah adalah generasi ketiga perantau Minangkabau di Semenanjung Tanah Melayu.
Pernah memegang jawatan (kedudukan):
1. Senator Parlimen Malaysia (2009–015);
2. Ketua Pengarah (Dirjen) Dewan Bahasa dan Pustaka, (2005-2008);
3. Timbalan Naib Canselor (Deputy Vice-Chansellor) Univesiti Malaya (1998-2001).
Buku pertama berjudul “Berkeliling Sumatera Barat” oleh Junus St. Madjolelo. Yang dua lagi karya Drs.
Muhammad Radjab, masing-masing berjudul “Sistem kekerabatan di Minangkabau” dan “Semasa ketjil di
kampung”. Ketiga-tiga buku tersebut mengingatkan saya kepada ranah Minang zaman saisuak.
Secara kebetulan, majalah mingguan TEMPO edisi 4 Juli 2020 menyiarkan satu artikel tentang kisah hid-
up dan karya Drs. Muhammad Radjab. Antara lain dalam artikel TEMPO itu tercatat “…….buku-buku
nya tak ubah-nya catatan antropologis dan sosiologis diracik Rajab dengan nafas jurnalistik…”
Semua itu mengingatkan saya kembali kepada dua novel karya Andi Mulya:
“Mak Adang dari Nagari Keramat” dan “Mak Adang dan Tragedei Bunga Setangkai.”
Walau pun antara St. Madjolelo dan Mu-
hammad Rajab di satu pihak dan Andi Mulya di
pihak yang satu lagi, terentang jarak waktu lebih 50
tahun, ketiga-tiga penulis keturunan Minangkabau
ini mempunyai beberapa persamaan dalam berkarya.
Mereka (dari dua generasi yang jauh terpisah) mem-
peroleh ilham dari sumber yang sama untuk berkarya
mengenai alam dan masyarakat Minangkabau. Yang
tergambar ialah alam Minangkabau yang indah per-
mai, didiami oleh anggota masyarakat yang hidup
rukun dan damai.
Sebagai hasil penulisan sastera yang dipanggil novel,Mak Adang 2
Tragedi Bunga Setangkai
tidak banyak kita temui unsu-unsur “suspense, sur-
prises, sengketa, intrigues atau konflik” dalam karya
mereka . Yang lebih tertonjol atau dominan, seperti
dikesan oleh artikel mingguan TEMPO edisi 4 Juli
2020 itu ialah “catatan-catatan yang bersifat antro-
pologis dan sosiologis yang diracik dengan nafas jur-
nalistik” bukan saja dalam karya Rajab, malah juga
dalam karya Andi Mulya. Selain itu saya juga menge-
san dalam karya Andi Mulya unsur-unsur nostalgia
mengenang “maso saisuak” yang antara lain ditan-
dai oleh keakraban kekeluargaan dan semangat to-
long menolong.
Selain dari bernostalgia, dalam karya Andi Mul-
ya tergambar juga kegigihan dan keuletan orang
Minangkabau menghadapi cabaran (tantangan) hid-
up, memperbaiki diri di bidang pendidikan dan eko-
nomi. Secara halus dan tersirat orang Minangkabau
dianjurkan supaya “berhati rendah dan bercita-cita
tinggi.” “Berhati rendah” maksudnya tidak sombong
dan tidak takabur.
Dianjuran juga supaya bercita-cita tinggi dan beru-
saha dengan gigiah mencapai cita-cita. Kejayaan
Mak Adang melanjutkan pendidikan tinggi ke Amerika
Syarikat adalah satu contoh hasil “cita-cita tinggi”.
Kejayaan ayahanda (Papa) Andi Mulya memban-
gunkan kembali perniagaannya setelah menghadapi
musibah (kebakaran), adalah ajaran supaya jangan
putus asa.
Tetapi kisah-kisah yang diceritakan oleh Joenoes
xixxx
Novel Andi Mulya
St Madjolelo, Muhammad Rajab, dan Andi Mulya
adalah kisah-kisah masa lalu (carito-carito saisuak)
sebelum kampung halaman dilanda oleh ombak dan
gelombang globalisasi. Tentu kita ingin bertanya:
bagaimanakah keadaannya sekarang dan apa yang
bakal berlaku di masa yang akan datang? Bakat
sebagai penulis dan pencatat peristiwa carito–carito
saisuak memang sudah dimiliki oleh Andi Mulya.
Sekarang kita mengharapkan agar bakat dan kema-
hiran Andi itu dimanfaatkan pula untuk ‘menga-
wasi’ (memperhatikan), menganalisis, dan mempre-
diksi gebak di hulu dan cewang di langik agar dengan
demikian pemahaman dan penghayatan peristiwa-
peristiwa saisuak dapat pula dimanfaatkan mengha-
dapi-kemungkinan kemungkinan hari barisuak.
Wassalam
Kuala Lumpur, Juli 2020.
Prof. Dr. Dato Firdaus Haji Abdullah.