logo mak-adang.com

Novel 2 (04): SISA KEBAKARAN.

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     10/03/2023    Novel Tragedi Bunga Setangkai 1   135 Views

Mak-Adang.com

Rumah petak baru ini milik Pak Haji yang bekerja di Caltex. Sekali sebulan, kadang Pak Haji datang meminta sewa rumah, atau sekedar mampir melihat penyewa. Kadang kala yang genteng atau bangunan yang akan ia perbaiki.
Terasnya tidak ada. Hanya lantai semen selebar satu meter yang ditanam rata dengan lantai rumah, dari rumah kami sampai ke ujung sana, rumah petak pertama. Di depan berjendela kaca, ada empat daun pintu. Jadi depan rumah ful oleh pintu masuk, dan deretan jendela di sampingnya. Di samping ada piring-piring semen yang tidak lebar, untuk berjalan ke belakang. Ada dua jendela yakni untuk kamar dan dapur. Jendela itu diberi angker (teralis) dari besi yang panjang dengan posisi berdiri.
Bangunannya juga separo batu. Tapi kamar dan dapur menyatu dan agak luas. Di dapur itu ditaruh kompor minyak tanah untuk mama memasak. Satu baskom besar berwarna orange untuk persediaan air minum yang diambil dari sumur.
Di bagian agak ke dalam ada kursi rotan tinggi, hadiah dari Da Memek, teman Papa yang sama korban kebakaran. Selain itu ia juga memberi lemari tinggi persegi empat yang seluruh dindingnya dari kaca. Mungkin ini adalah lemari pajang untuk toko kelontong Da Memek, yang kemudian pecah semua kacanya saat evakuasi saat kebakaran.
Barang-barang seperti perabot itu, sering tidak mampu lagi diurus oleh pemiliknya. Sebab sebagian korban kebakaran, ada yang mengalami tokonya terbakar, sejalan dengan rumah sewaannya. Saat itu tempat tinggal dan rumah sangat berdekatan.
Pasar Duri, dulu hanyalah persinggahan di tengah hutan. Beberapa wilayah menjadi terbuka sejak Caltex membangun kawasan operasional minyak. Sejalan dengan itu perumahan baru baik milik masyarakat maupun milik karyawan Caltex dibangun di berbagai tempat.
Lemari tak berkaca dan kursi rotan bersandaran tinggi itu terletak di sudut dapur. Mama meletakkan kain yang baru dijemur bertumpuk di situ. Kadang kala, kalau ada kain, kucing belang suka pula tidur di kursi itu.
Papa sudah rutin mangggaleh (berdagang) ke Pasar Swakarya di Duri Timur. Kalau ada waktu ia di rumah bertukang-tukang. Sekedar hobi membuat rak-rak untuk pakaian. Juga meja dan kursi makan. Termasuk tempat tidur bertingkat di kamar.
Papa menyebutnya mengeluarkan keringat. Bila sedang bekerja di dapur, ia hanya memakai singlet dan kain sarung. Keringat tampak meleleh di pipi dan balik kacamatanya yang tebal. Apalagi dapur tidak ada plafon. Sehingga hawanya panas sampai ke lantai. Duri juga terkenal sangat panas. Tanahnya saja berpasir, seperti butiran gula karena ada warna putih dan berkilat bila kita genggam.
Untuk bertukang-tukang itu Papa membeli sendiri alat pertukangan manual seperti gergaji, pahat, ketam, obeng dan tang. Untuk menggergaji papa memberi minyak goreng dicampur minyak tanah yang dimasukkan ke kaleng bekas ikan sarden kecil. Lalu ditutup kain handuk bekas, bila ditekan akan keluar minyak dan diusapkan ke badan gergaji besar itu.
Papa ternyata buka sekadar mengeluarkan keringat. Melainkan usaha memanfaatkan kayu sisa toko yang terbakar. Selain kayu ada atap seng yang sebagian sudah hangus. Ini dijadikan dinding kamar mandi di halaman belakang.
Bertukang sendiri merupakan siasat Papa untuk hemat. Saat itu toko sudah dibuka. Tapi beban papa tetap tinggi karena semua barang dari Medan dan Bukittinggi adalah utang ke induk semang. Jadi besar juga bila meja makan, lemari dapur, dipan, dan kursi dibeli.
Kumudian tak berapa lama, mama berinisiatif membeli bufet kecil untuk menaruh piring dan gelas. Di lemari kacanya di susun piring kecil. Foto-foto yang tidak ada pigura dipajang berdiri di antara gelas. Satu set kursi juga dibeli mama dari toko perabot besar di Jalan Sudirman arah Masjid Muhammadiyah Ihsan.
Di kursi itulah kami duduk, atau makan dan berkumpul. Berbeda dari Mama, Papa berusaha menekan uang keluar, apalagi tidak mendesak. Jadi, seperti rumah-rumah di kampung, Papa beranggapan tikar yang dibentangkan saja sudah cukup untuk duduk. Tidak perlu kursi empuk mirip sofa itu.
Mama lalu mengatakan : “Jangan memperlihatkan rumah buruk ke orang maling.” Filosofinya tak boleh terlalu merendah agar orang tidak tahu apa yang kita alami. Rumah agak terisi setelah ada satu set kursi tamu warna hujau berbintik-bintik hitam itu.
Ternyata yang senang duduk di kursi itu bukan hanya kami. Kucing belang juga ikut tidur di atasnya. Pernah pula setelah bangun kucing itu meliukkkan badannya ke atas. Tangannya mencengkram dan mengeluarkan kuku yang tajam. Beberapa kali ia garukkan ke kursi itu. Keluarlah benang dan guratan kucing belang.
Mama tumbuh marahnya. Kucing itu pun dikejar dengan dipukul dengan sapu. Dasar kucing yang salah serba tahu oleh gerak. Begitu mama mendekat dan mengayunkan sapu, ia sudah duluan lari ke belakang. Dan menghlang ke halaman belakang.
“Kuciang kurang aja. Nda kajadi urang?” sungut Mama.
Papa biasanya banyak diam. Tapi saat tertentu lucunya pun muncul. Tdak ikut marah ia pun menenangkan mama. Tapi dengan kata yang tak terduga.
“Ada apa kucing itu?” papa pura-pura bertanya ke Mama.
“Kursi digaruk.” Mama kesal.
“Itu karena kursinya bagus,” terus Papa.
“Iya kan rusak, cepat buruk kursi tu.”
“Iya itu resiko kursi bagus.”
Mama diam saja, pujian tapi sindiran untuk tidak marah pada kucing.
Tatkala diam, saat itu papa menunjuk kursi rotan pemberian Da Memek. “Ini contohnya, tak pernah dia garuk?” Papa seperti tertawa ditahan.
Dan benar juga. Kucing pandai memilih garukan yang empuk. Kucing pandai sama pandainya dengan pilihan jawaban Papa.
Dalam banyak kelakar, papa yang sebenarnya sangat pendiam merangsang saya untuk mampu bicara. Mengolah kata dan kalimat. Tidak berdebat kusir seperti di Lapau kopi. Tapi debat yang ada kebenarannya. Sekaligus sangat lucu.
Kemudian saya tahu, di atas dari jeniusnya seorang politisi, lebih jenius lagi seorang pelawak. Dan pelawak itu ada di rumah. Papa, lelaki pendiam dan cenderung selalu serius itu, apalagi dengan kaca matanya yang tebal. ***

 


One thought on “Novel 2 (04): SISA KEBAKARAN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *