Mak-Adang. com mengisahkan sepekan gempa Turki yang dampaknya menyeluruh ke seluruh kawasan, termasuk Provinsi Sakarya. Ikuti mengapa pengungsi sampai ke sini, dan bagaimana pembelajaran semester ini yang akan dimulai pekan depan
***
Tepat pada jam 11.00 ini, sepekan lalu, saudara kita di Turki beroleh ujian gempa hebat 7.8 M. Pada jam itu pula, saya sedang menenangkan hati dan pikiran menuju ruang operasi katarak mata kanan di RS Ainun Cahaya Medika, Bogor.
Operasi kedua ini sebenarnya berjalan lebih mudah, setidaknya dibandingkan mata kiri yang jelas ada ‘semen putih ‘ di bola mata kiri, Desember lalu. Kali ini hanya mengganti lensa agar kedua terang, sehingga minus 4.5 diharap menjadi 0, seperti mata kanan.
Pada pukul 13.30 operasi itu selesai. Pukul 15.00, rasa sekejap saja, saya sampai di rumah, melintasi jalan baru ‘Bomang’ begitu namanya disebut (Bojonggede–Kemang), yang lancar 60 km. /jam di dua jalur lurusnya.
Praktis saya tudak ingin melihat kabar di media sosial. Apalagi demi ‘hemat mata’ saya sudah keluar dari delapan group wa, agar ‘birahi’ membaca bisa ditekan saat mata butuh rehat. Penting pula saya beritahu bahwa di rumah saya sudah tidak punya televisi sejak 10 tahun lalu.
Tak heran bila gempa Turki yang demikian besar baru kami ketahui dari Harau, Payakumbuh. Tante Afiq menelpon dan menanyakan kabar Afiq, putera kami di Kota Sakarya, dua jam dari Istanbul.
Bundanya Afiq mencoba menghubungi dan mengirim pesan ke wa. Tapi tidak ada jawaban. Pesan tidak dibaca dan hanya ada daftar baca (check list) warna hitam. Tidak dua biru, lazimnya pesan yang sampai.
Saya mulai gundah. Ada dua sebab. Gempa memungkinkan semua jaringan listrik dan telekomunikasi terputus. Dan kuatir ada apa-apa dengan Afiq. Kedua, teringat beberapa bulan lalu, saat Presiden Turki, Recep Thoyi b Erdogan, hadir di Bali, dalam rangka G-20. Turki juga mengalami peristiwa berdarah. Tapi informasi tersebut tidak disiarkan di televisi nasional Turki sendiri.
Untuk membentengi informasi yang liar, Turki menerapkan kehati-hatian demi kepentingan nasional di era digital ini. Berbeda dengan kita di RI, kisah skandal pejabat negara menjadi konsumsi sepanjang hari sampai masa atau sepanjang sidangnya. Relevan mengutip lontaran Prof. Mukhtar Ahmad: “seolah-olah hanya itu saja isinya negara ini.”
Kontak dengan Afiq baru dibalas ada pukul 19.10 Wib, atau 4 jam setelah gempa.
Afiq seperti tak terjadi apa-apa. “Memang ada apa Nda? ” tanyanya.
“Turki tu gempa.”
“Kok nda bisa dihubungi.”
“Orang sudah heboh.”
Begitu kira-kira kalimat ke Afiq. Tak sabar.
“Iya Nda, Afiq tertidur, karena dingin, ” jawabnya ringkas. Lalu menjelaskan teman Afiq juga dapat chat bertubi-tubi dari Indonesia. Mereka empat orang di satu apartemen pantas pulas, karena kini perubahan dari musim panas ke dingin. Tahun lalu malah turun salju di awal Februari.
Tapi entah mengapa suhu mungkin lebih ekstrem. Sebab empat orang seapartemen tersebut terkena demam sepekan lalu.
Afiq susah dapat obat dan vitamin C. Saya menyesal tidak mengirimkannya Desember lalu ketika mengirim rendang dan bumbu dapur untuk Afiq.
Begitu ia jawab sehat selamat dan tidur empat jam, saya berkata : “seperti kisah pemuda Kahfi ya.”
Setelah Gempa.
Saya kira sepekan berlalu kabar Turki akan meredup. Ternyata tidak. Pagi tadi Menlu Turki juga menyatakan keprihatinan agar semua bangsa, terutama negara maju berhati nurani melihat gempa Turki.
Korban yang di hari pertama dinyatakan 1.498 orang, kini tercatat 25.000 orang. Dari ara sahabat saya beroleh pertanyaan simpati bagaimana Afiq. Sesuai peta perjalanan, dari Sakarya, kota Afiq ke pusat gempa Kahramanmaras berjarak 900 km. Sembilan jam dengan bis cepat serba tol, atau dengan kereta api.
Saya menyampaikan terima kasih kepada Prof. Fahmi Amhar, Prof Firdaus Abdullah dari Malaysia, Uda Fuad Nasar teman dan sahabat di Jakarta yang menanyakan kondisi Afiq. Nama-namanya tak dapat disebutkan satu persatu.
Pengungsi dan Kuliah Online
Dahsyatnya gempa Turki secara struktural dirasakan Afiq tadi malam. Sebelumnya, karena sudah libur semester Afiq mendaftar sebagai relawan. Tapi pemerintah Turki hanya menerima warga setempat.
Tapi kemaren 8 kota pusat gempa harus dikosongkan. “Gempanya agak lain Yah, dua hari setelah gempa masih ada bangunan yang ambruk,” kata Afiq.
Akibatnya Kota Sakarya yang jauh juga bersiap menampung pengungsi. Mengapa? Kemaren sudah diumumkan bahwa asrama mahasiswa kampus harus disediakan untuk pengungsi dari berbagai kota.
Adapun asrama mahasiswa asing, termasuk Indonesia boleh ditempati. Tapi umumnya mereka mencari tempat tinggal keluar kampus, seperti apartemen yang disewa Afiq secara berkelompok.
Di kampus pula sepanjang siang kamaren kampus sepi. Tapi warga Turki banyak yang baru datang membawa koper besar, seperti orang pindah.
Sementara di pasar kebutuhan pangan serta supermarket banyak yang berbelanja untuk kebutuhan yang besar.
Sementara kini, Afiq menunggu pengumuman resmi dari Universitas tentang pembelajaran online, mirip satu tahun seperti Pandemi covid terjadi.
“Kini banyak mahasiswa mulai menjelajah (browsing) tiket murah pulang ke Indo, ” kata Afiq.
Bagaimana alam dan budaya Turki, khususnya kawasan Kahramanmaras yang kini berjuang bangkit? Ikuti Kabar dari Turki selanjutnya.
***
agar semua bangsa, terutama negara maju berhati nurani melihat gempa Turki.
Korban yang di hari pertama dinyatakan 1.498 orang, kini tercatat 25.000 orang. Dari ara sahabat saya beroleh pertanyaan simpati bagaimana Afiq. Sesuai peta perjalanan, dari Sakarya, kota Afiq ke pusat gempa Kahramanmaras berjarak 900 km. Sembilan jam dengan bis cepat serba tol, atau dengan kereta api.
Saya menyampaikan terima kasih kepada Prof. Fahmi Amhar, Prof Firdaus Abdullah dari Malaysia, Uda Fuad Nasar teman dan sahabat di Jakarta yang menanyakan kondisi Afiq. Nama-namanya tak dapat disebutkan satu persatu.
Pengungsi dan Kuliah Online
Dahsyatnya gempa Turki secara struktural dirasakan Afiq tadi malam. Sebelumnya, karena sudah libur semester Afiq mendaftar sebagai relawan. Tapi pemerintah Turki hanya menerima warga setempat.
Tapi kemaren 8 kota pusat gempa harus dikosongkan. “Gempanya agak lain Yah, dua hari setelah gempa masih ada bangunan yang ambruk,” kata Afiq.
Akibatnya Kota Sakarya yang jauh juga bersiap menampung pengungsi. Mengapa? Kemaren sudah diumumkan bahwa asrama mahasiswa kampus harus disediakan untuk pengungsi dari berbagai kota.
Adapun asrama mahasiswa asing, termasuk Indonesia boleh ditempati. Tapi umumnya mereka mencari tempat tinggal keluar kampus, seperti apartemen yang disewa Afiq secara berkelompok.
Di kampus pula sepanjang siang kamaren kampus sepi. Tapi warga Turki banyak yang baru datang membawa koper besar, seperti orang pindah.
Sementara di pasar kebutuhan pangan serta supermarket banyak yang berbelanja untuk kebutuhan yang besar.
Sementara kini, Afiq menunggu pengumuman resmi dari Universitas tentang pembelajaran online, mirip satu tahun seperti Pandemi covid terjadi.
“Kini banyak mahasiswa mulai menjelajah (browsing) tiket murah pulang ke Indo, ” kata Afiq.
Bagaimana alam dan budaya Turki, khususnya kawasan Kahramanmaras yang kini berjuang bangkit? Ikuti Kabar dari Turki selanjutnya.
***
Dari cerita diatas saya bisa merasakan kebingungan dan ketakutan yang di alami para mahasiswa yang sedang berada di turkey, bagaimana tidak takut setelah 2 hari gempa masih ada bangunan yang runtuh.