Hari kenaikan pun tiba. Hari ini Rapor aka dibagikan. Saya kelas empat akan naik ke kelas lima. Teti yang kelas satu naik ke kelas dua.
Papa bersiap pagi hari ke SD Center. Ia memakai kemeja jas dengan celana panjang dasar. Sepatu bertumit dan ada talinya, jarang ia pakai, pagi ini ia keluarkan.
Pagi jam 08.00 halaman SD Center telah ramai. Pertemuan menggunakan dua kelas, digabung dengan membuka dindingnya berbatas triplek besar.
Kepala sekolah dan guru kelas duduk di depan. Meja di depan sedikit di alasal dengan kain batik. Tampak agak rapi. Belum ada spanduk, dan mikropon.
Kepala sekolah, Anwar Malik, berpidato dengan semangat. Papa tampak tenang memperhatikan. Beberapa kali ada tepuk tangan..
Lalu peringkat kelas diumumkan. Waktu kelas 1 diumumkan, Papa sudah maju ke depan. Hasti Diana, begitu nama lengkap adik dibawah saya yang kelas 1 itu..
Tepuk tangan terus tak henti setiap nama-nama dipanggil. Di kelas empat, saya tidak kebagian juara. Ada Nas, Hilda, dan Efendi yang menjadi juara. Kemudian juara kelas lima dan enam yang lulus dari SD Center.
Terakhir pengumuman juara umum. Papa merasa juara 1 Teti sudah leboh dari cukup. Tapi kemudian kelas kembali bergemuruh, saat nama Teti menjadi juara umum 1.
Papa kembali ke depan. Dan menerima bingkisan buku dan alat tulis. Lebih besar dari dua juara sebelumnya.
Papa pulang dengan langkah ringan. Wajahnya mengembang senyum. Setiap bersalaman dengan orang tua murid lain , ia bertegur sapa ramah dan akrab.
Sebagian adalah orang yang sesama pedagang dengan papa di Pasar Swakarya. SD Center soalnya termasuk sekolah favorit di Simpang Padang. Dari berbagai daerah sekitar pasar sampai Jalan Kejaksaan dan Baiturahman di Duri Timur, dan Jalan Jawa, ada yang sekolah ke SD ini.
Usai penerimaan rapor, banyak pedagang makanan dan buah ke SD Center. Belanja sekolah saya minta lagi ke Papa menjelang pulang. Papa seakan tak melihat lagi berapa uang yang keluar dari kantong celananya. Dipanggil ke depan guru dan kepala sekolah, sebagai orang tua murid juara, lebih berharga baginya. Setela empat tahun saya sekolah, saat itulah papa paling bahagia.
Sebelumnya, tetangga hanya tahu ada Edi, sesama tinggal di rumah petak itu, yang juara. Siang ini, ia tak berkutik, karena papa punya anak yang nilainya lebih tinggi.
Siapa Teti? Sewaktu ayah gaek Rasyidin Juri Tuli masih hidup, ia tidur dalam pangkuan Ayah Gaek yang berdoa usai Tahajud. Di malam yang dingin di kampung, Nagari Keramat itu, Ayah Gaek bangun. Kajinya menghangatkan malam yang dingin.
Banyak yang minta ke Ayah Gaek, agar diobati bila ada anak yang lemah berfikir serta fisiknya. Ayah Gaek mengambil air hujan Potang Komi, untuk dibacakan ayat-ayat Al Qur’’an usai tahajudnya. Banyak yang meyaikini, siapa yang didoakan ayah Gaek, unumnya berotak encer. Cerdas.
Karena alimnya, Ayah Gaek juga mengerti makanan pemberian orang ada sesuatu atau tidak. Sesuatu itu maksudnya penyakit atau racun yang bisa nyawa melayang. Jadi, sesuai aturan di rumah kayu di kampung, setiap makanan pemberian orang, harus disimpan dulu. Tunggu Ayah Gaek pulang dari ladang. Ayah lalu membacakan Ayat Kursi, dan memohon petunjuk tentang ‘isi’ makanan ini.
Tak lama Ayah Gaek akan memberi aba- aba, silahkan dimakan. Atau dibuang, bila ada sesuatu di dalamnya. Pernah dulu, ada makanan yang ‘berisi’ itu dibuang, lalu dimakan oleh kucing. Tak lama kucing itu pun muntah. Beberapa hari kemudian mati.
Ada tangan Ayah Gaek yang ‘menyiramkan’ kaji, membuat anak cucunya mudah memahami pelajaran. Hanya Allah yang memiliki ilmu, dan diberikan kepada setiap orang yang dikehendaki. Itupun sedikit.
Hari penerimaan Rapor ini, adik saya telah mencetuskan nama di SD Center sebagai juara umum. Sehari-hari ia tampak punya kawan dan pengikut. Waktu belum masuk sekolah, ia berkumpul dengan beberapa teman perempuan sebaya di depan teras rumah petak. Lalu yang lain diam mendengarkan. Dialah yang membacakan buku anak-anak bergambar itu.
Usai ramah tamah di halaman sekolah bubar, papa mengajak kami melewati jalan Sumur Ladang. Berbeda dengan jalan Obor, yang tiba di depan rumah, jalan ini lebih cepat karena sampai di belakang rumah.
Dari pintu SD Center berbeloknke kiri. Jalan menurun sedikit, melewati rumah petak lama di kiri. Lalu satu rumah hop (caltex) besar. Sebelum sampai simpang tiga, kita masuk ke kanan, rumah setengah batu, warna putih.
Papa yang masih bahagia bercerita tentang perpisahan di Ciloto.
“Hmm, dari mana kisahnya?” kata Papa sambil memegang tangan Teti waktu menyeberang parit.
Setelah genap empat bulan, kata Papa, pendidikan Kopem, di Ciloto, pin ditutup. Ada yang mengembirakan, walau semua sudah tahu PBB tidak akan membiayai program Kopem.
Kala itu, papa menampilkan drama berisikan gerakan silat Kumango Langkah Ampek, artinya empat. Papa pula yang mengajarkan satu temannyA, M. Zein, untuk bermain.
Papa lalu mebuat jalan cerita sederhana. Awalnya ada satu anak muda Minang hendak merantau ke Jawa. Sebelum merantau, ia dibekali ilmu agama di Surau. Selain belajar mengaji, guru agama juga mengajarkan silat pada malam hari. Lalu, saat merantau, ia dilepas oleh keluarga besarnya. Juga iringan doa dari guru mengaji dan teman sebaya di Surau. .
Malang tak dapat ditolak, diperjalanan ia bertemu dengan penjahat. Adegan silat Langka Ampek pun diperagakan.
Langka Ampek Silek Kumango selain rangkaian gerakan jurus ywng serba empat, juga bermakna sistem dan filosofi dalam bersilat. Berbeda dengan jurus pembuka silat dari nagari lain, silat Kumango sangat terkait dengan Islam dan Aqidah. Pendirinya, Syech Kumango, memperoleh ajaran silat ini dari ilham melalui mimpi. Ada yang menyebut, Syech Kumango belajar dari Jibril. Wallahu alam, namun banyak yang mempercayainya.
Gerak langkah Silat Kumango mamakai tangan dan balabek dari rsngkaian huruf al Qur’an: alif, lam, lam dan ha. Allah artinya, dengan tangan kanan berdiri di depan, sebagai Alif. Dada yang miring, dengan huruf Lam dua kali, dan tangan kiri yang bergantung di pinggang berupa huruf Ha. Allah tadi.
Sekali pesilat berputar, dengan satu balabeknya, tangan kanan tadi masuk dan tangan kiri kini yang di depan. Tegaknya menjadi rangkaian mim, ha, dal. Muhammad.
Rangkaian pembuka ini menjadikan Silat Kumango bukan menampilkan gaya binatang seperti harimau, ular, beruk, atau elang. Pendekar silat Kumango mengerti bahwa silat adalah jalan untuk meninggikan asma Allah SWT, dan perjuangan tegaknya risalah Rasulullah SAW.
Papa berperan sebagai pemuda Minang yang merantau. M. Zein berperan sebagai penjahatnya. Peragaan dari rangkaian jurus langkah satu sampai empat berjalan lancar.
Selama tiga menit, penampilan papa beroleh tepuk tangan. Made Tastra, sang Ketua Siswa Kopem, kata Papa, kagum pula dengan penampilan itu. Ia memberi selamat dan salam yang erat.
“Pendekar Minang memang hebat,” pujinya.
Perpisahan Kopem pun ditutup dengan pesan dan kesan dari Kepala Kopem, Sumarlan.
Tak lama bercerita, melewati kolam ikan, kebun kelapa, dan kebun cabe ywng ditanam papa, kami sampai di rumah petak.
Mama menyambut kami. Dan sangat gembira Teti juara umum.
“Alhamdillah,” kata mama. “Kita yang harus juara nak. Sebab Mama sekolah, papa juga sekolah,” terang mama lagi.
Mama menunjuk Edi, tetangga di ujung sana yang juga juara. Sombongnya bukan main. Kebetulan dia beruntung, jadi juara, dan ekonomi keluarga yang kuat. Tapi mama tahu, ayah dan ibi Edi, termasuk satu rumah sebelaj yang Caltex, hanya sampai sekolah Menengah. Ibu mereka, mama menerka, mungkin tamat SMP.
Sekolah, ternyata memang tidak jadi ukuran di Kota Minyak, yang banyak buruh dan pedagang. Mama kini punya harga diri dan kebanggaan. Adik saya ini, bagai pion yang melesat ke gelanggang lawan, dan mengguncang posisi raja. Ia juara mengalahkan tetangga yang selama ini mudah menganggap enteng.
Apakah papa betul-betul dulu sekolah? Dimana? Mengapa tidak menjadi camat, atau ulama, yang dikenal sekacamatan ini? Mama berkata:
Seperti papa, juga Mak Adang dan Mak Datuk, kalian akan sekolah lebih tinggi. Cuma bedanya papa memilih berdagang.”
Ohh.***