Oleh: Ampera Salim SH. M. Si.
Mak-adang menurunkan setiap Ahad pagi pukul 07.00 tulisan bersambung tentang Surau Tuo, sebagai potret pendidikan masa lalu. Surau diyakin pendidikan terbaik dan paling modern yang mengagetkan penjajah Belanda masa itu. Di Surau pula perlawanan dan perjuangan kemerdekaan dimulai, baik fisik, mental, dan intelektual. Selamat membaca.***
Mak-adang.com, PADANG PANJANG.
Gotong royong (Goro) dan berbuat baik terhadap sesama, merupakan pelajaran ekstra kurikuler di Pondok Pesantren Darul Ulum, Padang Magek, Tanah Datar, Sumbar. Pondok yang diasuh Guru Besar Buya H. Jakfar Tuanku Imam Mudo ini, biasanya Goro bersama setiap hari Ahad.

GORO: Salah satu pemandangan pondok usai bergotong-royong (foto: patimarajo).
Rutinnya membersihkan lingkungan pondok. Kadang kadang membantu tukang bekerja. Adakalanya orang tua murid ada yang sengaja datang membantu pekerjaan tukang membuat bangunan.
Selain itu, berbuat baik, saling memberi makanan, sangat ditekankan Ungku Jakfar kepada santrinya. Murid tidak boleh egois dan mau kenyang sendiri.
Terhadap manfaat sedekah, Ungku Jakfar memberi contoh, cerita Almarhum Ungku Angin yang makamnya dekat pondok Darul Ulum.
Sedekah.
Nama aslinya almarhum Dura. Orang kampung memanggilnya Ungku Angin karena jalannya cepat.
Suatu kali Ungku Angin akan memasak nasi di suraunya, yang terletak dekat makamnya saat ini. Kini surau itu sudah tidak ada lagi. Ketika beras akan dimasukan dalam periuk, tiba tiba datang seseorang minjam beras, perlu sekali untuk makan hari itu.
Ungku Angin tidak mikir panjang, dia langsung memberikan beras itu kepada orang tadi. Padahal beras Ungku Angin hanya itu saja. Tidak ada sisa yang lain. Dia tak jadi masak kala itu.
Kebiasaan Ungku Angin kalau dia mengadu, hanya kepada Allah Swt saja. Dia beruduk langsung shalat. Dari waktu duha hingga masuk zuhur Ungku Angin tidak beranjak dari tikar shalat. Dia tahan perutnya lapar.
Setelah zuhur, datang dua orang beradik kakak, mengantarkan nasi dan gulai ayam ke surau Ungku Angin. Selain nasi dan gulai ayam, juga ada beras dan uang.
Kata dua orang beradik kakak itu, dia mengantarkan nazar karena hajat mereka dikabulkan Allah Swt.
Begitulah cara Allah mengganti pengorbanan orang ikhlas. Karena itu jangan ragu untuk berbuat baik kepada orang lain.
Ungku Jakfar selalu berpesan kepada murid muridnya, banyak banyak bersedekah. Banyak banyak memberi manfaat kepada orang lain. Nanti Allah Swt akan mengganti dari jalan yang tidak diduga.
Kepada murid muridnya, Ungku Jakfar minta jangan malas mengikuti gotong royong, yang diadakan pondok. Nanti tenaga yang keluar saat Goro, inshaa Allah akan diganti Allah dengan kesehatan.
Kalau sudah terbiasa Horo di pondok, nanti terbiasa pula gotong royong di kampung halaman bersama masyarakat.
Goro di Darul Ulum, mendidik kepekaan sosial, bagi santri darul ulum, yang suatu saat nanti akan terjun ke masyarakat.
Oleh sebab itu, Ungku Jakfar langsung turun ke lapangan setiap kali gotong royong diadakan.
Di sela sela Goro, terbentuk hubungun informal antara guru dan murid. Mereka minum dan makan kue bersama sama. Duduk berdiskusi bersama sama. Terjalin kedekatan batin. Di situlah kaji akan cepat diserap murid dari guru mereka.
Guru senang, murid senang, wali murid senang, inshaa Allah, Allah Swt., pun senang. Inilah salah satu khas Ponpes Darul Ulum Padang Magek, yang diasuh Tuanku Jakfar Imam Mudo.
Penulis: Kadinas Kominfo Kota Padang Panjang.
Jika pembaca tertarik berdonasi agar tetap bertahan pendidikan ala Surau di masa dulu di Minangkabau, dapat menyalurkan ke:
Bank Nagari Syariah
Rekening: 72020201001560
A/n. PONDOK PESANTREN DARUL ULUM Padang Magek.
One thought on “Kisah Surau Tuo (15): AJARAN UNGKU JAKFAR TENTANG SEDEKAH UNGKU ANGIN”