Oleh: Andi Mulya
Allahumma firlahu warhamhu.
Ini kenangan meliput Di Depertemen Pertanian.
Saat awal meliput, ada demo di depan kantor Ragunan, Pak Mentri mengundang perwakilan pendemo.
Lalu, satu orang diminta menyampaikan aspirasinya.
Namanya pendemo, galak saat orasi dan teriak-teriak. Tapi saat diberi kesempatan ia kalah logika.
Caranya Pak Menteri menanyakan masalah apa dan dimana?
Cengkeh di NTB, kata satu orang.
Pak Menteri lalu menarasikan, karena harga turun lalu dibagian atas daerah yang produksinya dipertahankan, dibiarkan, dan diganti atau tepatnya dihabisi.
Lalu, Anda tahu NTB itu masuk mana?
Tergagaplah pendemo. Jawab, coba kasi mik lagi, tunjuk Pak Menteri.
Tentu saja dia tidak tahu. Lalu kata Pak Menteri, Anda ketinggalan.
“NTB sengaja dibiarkan agar produksi tidak naik, sehingga harga bisa dipertahankan.”
Orang tersenyum. Dan pendemo itu malu muka.
Tapi dari semangat Anda semua, kata Pak Menteri, kami setuju dan berterima kasih.
Oleh karena itu tidak usah lah demo demo. Kami terganggu padahal sedang bekerja mengatasi kekeringan ini. Begitu penutup Pak Menteri.
Kata satu kawan wartawan asal Medan, hebat juga menteri kita ini.
Tapi pendemo yang berteriak di luar tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Begitu kawan-kawannya keluar, ia menggigit penuh kemenangan. Lalu setengah berlari meninggalkan gedung utama Deptan.
Pejabat dan wartawan yang menyaksikan senyum-senyum saja. (***)
Jakarta, 15 Januari 2021.