Mak-Adang.com agak sulit menata tulisan enam tahun lalu ini ini (27 Februari 2017) masuk rubrik yang mana. Literasi kurang cocok walau judulnya adalah bahasa. Ota Lapau juga tidak pas, karena itu khusus berbahasa Minangkabau. Isinya adalah menceritakan (memparodikan) masalah sosial yang ada waktu itu.
Silahkan ikuti terus masalah hangat yang dicatat secara ringan dan kocak.
***
Sewaktu dia datang ke Pinggang Gunung Marapi, dia ingat kata: “sudah” itu disebut “ala” atau “alah” atau “la.”
Entah apa mimpinya tadi malam…. maka dia berucap kalah berulang kali. Mungkin juga di banyak Nagari apalagi di Nagari Keramat ‘jagonya’ banyak yang kalah.
Maka tak salah bila ia berkata sambil bertura tura : “La kala kala kala.” Bahasa Nagari Keramat itu.
Tapi ia lupa memanggil: “Mandehhhhh oh kanduaaang oooii,” sambil berteriak memanggil umak kesayangannya. Kalau ia sudah merengek keluarlah jurus Umak, suuuu suuuhh suh…sambil menepuk nepuk ekornya dengan lembut.
“Sudah besar…jangan menangis,” kata Umak lagi.
Orang kampung saya aja yang tau artinya. Maka untuk mengerti banyak hal dan menjadi bijaksana. … datanglah ke Nagari Keramat.
Bila anda orang baik, maka jamuan enak akan datang dengan formasi hidangan panjang. Bataji namanya. Usai makan lalu berdoa. Doanya dari orang Siak yang ahli agama. Tidak ada sertifikatnya. Tapi terpercaya karena dia amanah.
Amanah, iman dan aman. Tiga kata serangkai dari Bahasa Arab. Seorang amanah maka kita percaya padanya, karena kuta percaya maka ada rasa aman. Sehingga tidak perlu sertifikasi atau id card yang dibawa bawa seperti karyawan bank masuk gedung bertingkat tiap ngantor.
Sebaliknya.
Sumber foto: taufik rao-rao tentang Sungai Jariang.