Mak-adang.com, JAKARTA.
Ini wanita ketiga yang saya temukan di rumah sakit kota pinggir sungai ini. Saya menyebutnya Tek Baya, walau ia memperkenalkan diri bernama Maria.
Tek Baya satu ini bekerja sebagai pegawai rendah di rumah sakit ini. Ia memakai baju berseragam warna limau manis, dan bersepatu kerja. Kulit tidak putih, tinggi tidak lebih 160 cm, muka runcing dengan pelipis agak menonjol.
Ia memperkenalkan diri dengan nama Maria Cantik. Usai magrib itu ia membawa pakaian yang sudah dicuci dengan disandang di kanan dan dijinjing tangan kirinya.
Sabalun iko: Orang-orang di Rumah Sakit (4): DATUK CORONA DAN RAMALANNYA.
“Ada yang mau loundry, loundry dengan kakak loundry tercantik di dunia,” sapanya melongok dari dipan ke dipan setiap pasien.
Etek asal Pariaman di depan saya langsung menyapanya. Tek Baya langsung pula menitipkan satu kantong plastik. Ternyata Etek Pariaman beroleh amanah, kalau Tek Baya datang, baju tersebut dititipkan kepadanya.
Ternyata saat pasien sudah pulang Tek Baya belum menyetorkan kain cuciannya. Nasib baik pasien masih kembali ke rumah sakit itu beberapa hari kemudian. Dan Etek Pariaman masih berada di ruang itu. Klop sudah.
Peristiwa itu menjadi momen Tek Baya mempromosikan jasanya. “Sama kakak aja dek, banyak yang loundry sama kakak,” katanya. “Kerja sininya kakak, ” tambahnya.
Review (12) DILANTIK, LALU APA YANG MENJADI KONTROVERSI REKTOR UNIVERSITAS ANDALAS?
Saya lalu menyerahkan baju kaus, kain sarung, pakaian sehari-hari, kemeja batik dan baju mama dan kotor dn kena muntah usai mama operasi. “Rp 20.000 aja ya,” katanya sambil membawa pakaian itu.
Saya tidak punya pilihan lain. Kala itu baru dua hari di rumah sakit. Tidak mahal dan tidak mungkin menyimpan pakaian itu lebih lama. Apalagi tidak mungkin mencuci sendiri.
Satu atau dua hari di rumah sakit, kita bagai orang bodoh. Belum tahu situasi. Juga belum banyak pilihan harus tanya sana, tanya sini untuk perlu sesuatu.
Tek Baya adalah orang yang datang pada saat yang tepat. Kapan selesai? Apa tidak bercampur dengan kain orang lain? Tidak hilangkah? Begitu selidik saya.
Kisah Surau Tuo (11): CARA UNGKU JAKFAR MENGAMALKAN SUNNAH NABI
“Tunggu saja bang ya. Ndak kan hilang, anak saya yang nyuci, satu ember baju satu orang. Tidak dicampur,” jawabnya. Meyakinkan.
Tiga hari kemudian baju saya diserahkan. Pelanggan Tek Baya ada aja setelah saya. Tersebutlah Mbak Atik–sebut saja begitu-berumur sekitar 45 tahun dari negeri penghasil kertas ternama.
Ia masuk tiga hari setelah saya dan mama di kamar itu. Tapi ia pulang duluan. Akhirnya di tempat–seperti rumah sakit–orang memiliki rasa persahabatan. Senasib, tanpa ada rasa sombong. Toh semua kita sedang diuji. Untung saja tidak ada yang wafat tetangga dipan dalam kamar 301 itu. Sehingga sepekan di rumah sakit, saya tidak mendapati keluarga yang menangis, apalagi meratap bersuara melengking ditinggalkan orang yang ia cintai.
MEDIA KURANG PEDULI LINGKUNGAN DAN BENCANA. INI LENGKAPNYA TEMUAN PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Singkat cerita Mbak Atik akhirnya manelpon saya dua minggu kemudian. Pasalnya sayalah yang diamanahi Ibu Depan menghubunginya bila Tek Baya datang.
Tapi Mba Atik tak pernah berjumpa lagi dengan Tek Baya. Telepon yang dulu saya kirim tersebut tidak pernah diangkat. Pernah mencarinya ke kamar 301 saat kontrol tapi jelas. Tek Baya tak mungkin ditunggu kapan ia mampir.
Rumah sakit adalah tempat kita tidak bisa memilih yang terbaik. Walau loundry profesional tersedia di gerbang rumah sakit.
Tidak salah percaya pada orang baik. Tapi salah karena kita menjadi pasien rumah sakit.
Bernagari dan Bernegara (4): BEGINI TUJUAN BERNEGARA MENURUT ADAT MINANGKABAU.
Tek Baya, perempuan yang menyebut dirinya cantik. Sebenarnya sebaliknya. Sama dengan tukang bangunan di kota masa kecil saya, yang berulang-ulang menyebut : “percayalah sama saya.” Ternyata tidak bisa dipercaya. (andi mulya)***
Foto: pemko tanjungpinang.
Rabu Depan :
Orang-orang di Rumah Sakit (6): DATUK CORONA DAN ‘DINASTI’ BISNIS KELUARGA.
3 thoughts on “Orang-orang di Rumah Sakit (5): TEK BAYA SI TUKANG LOUNDRY TERCANTIK DI DUNIA”