Mencari Bakoel Koffie Antara Cikini dan Gondangdia.
Mak-adang. com, JAKARTA.
Tepat pukul 16.00, saya memulai sensasi kopi sore di Bakoel Koffie, kedai kopi tertua di kawasan elit tempo doeloe, Cikini. Benie Ilman, tokoh Minang sudah melangkah sejak pagi dari Bandung menuju stasiun Gondangdia.
Perjalanan ini bak lagu yang ia lantunkan saat macet: Cikini ke Gondangdia. Menunjukkan kawasan ini tak pernah sepi, walau hari libur kerja seperti Sabtu (11/11) petang ini. Perjalanan punya tantangan sendiri karena jalan Cikini Raya hanya satu arah, mulai dari Tugu Tani hingga Jakarta Theatre, di depan Stasiun Cikini, atau di samping Universitas Bung Karno.
Kaba nan Lain: PM JEPANG KUNJUNGI PM MALAYSIA. INI PEMBAHASANNYA, TERMASUK SOAL PALESTINA.
Bakoel Koffie yang saya bayangkan berada di sekitar Stasiun Cikini. Ternyata salah. Saya harus berjalan kaki 10 menit, melawan arah dari Cikini ke Gondangdia, sesuai lagu itu. Terbalik dengan arus kendaraan yang mestinya Gondangdia ke Cikini. Di tengah perjalanan menuju Bakoel Koffie, saya baru menyadari salah turun kereta api (KRL Jabodetabek). Bukan salah saya karena janji dari awal di sekitar Cikini.
Tidak salah Benie Ilman pula menyebut Bakoel Koffie di Cikini, karena letaknya di Cikini Raya. Walau untik turun kereta api lebih dekat ke Gondangdia.
Tapi tak masalah, karena keindahan berjalan kaki di kawasan ini lumayan tinggi. Pemandangan pohon berbunga merah jambu dan putih, suasana Jepang, kayaknya. Tapi tak banyak yang menyadari apalagi menviralkannya.
Kabar Turkiye (6): Tomer, Toefl-nya Turkiye.
Di Cikini juga tersimpan banyak kisah sejarah baik masa Soekarno, yang terkenal dengan peristiwa bom Cikini. Peristiwa itu ada di sekolah Cikini yang saya lalui. Perguruan Cikini namanya. Barrack Obama masa kecil juga sekolah di sini.
Walau masih ada di depannya SMP Negeri 1 Jakarta, Cikini berkembang menjadi pusat bisnis dengan beberapa hotel, termasuk kuliner. Apalagi Taman Ismail Marzuki berada di antara Cikini dan Gondangdia ini. Semua berubah.
Kopi dan Perubahan.
Dinas pariwisata DKI menulis Bakoel Koffie adalah warung nasi biasa, tahun 1878. Kemudian berkembang menjadi tempat kopi terkenal. Kehadiran kopi dalam menu dimulai ketika seorang pedagang wanita menawarkan kopi kepada pemilik lapau. Wanita itu menggendong bakul lama. Tapi rasa kopinya enak dan diminati pengunjung kala itu. Sejak itu lapau ini memperkenalkan kopi ditambah berbagai kue tradisional.
Saya bersama Da Ben, Benie Ilman, pendiri Penerbit Informatika Bandung, asal Solok saya kenal sejak 2009. Ia sudah empat kali ‘ngopi’ di Bakoel Koffie ini. Ia merasakan ini tempat yang tepat untuk berbagi cerita serasa di kampung, dengan kursi kayu dan penganan disebut pemilik lapau kue nona, ada apam seperti di jual dari Balai Sotu, masa saya kecil.
Kisah Surau Tuo (3): BAK ‘RODA PADATI’ PENDIDIKAN SURAU.
“Kalau di (lapau) Sederhana kita tidak bisa maota (mengobrol) lama,” katanya usai tak lupa mengambil foto, yang saya pakai untuk profil tulisan ini.
Pemilu, katanya, kesempatan untuk menciptakan perubahan. Kalau pilihan ada pada penguasa yang sudah tahu hasil dan rekam jejaknya, berarti kita adalah bangsa yang tidak mau berubah.
Di masyarakat kita, jelas Benie, digampangkan bahwa suara Pemilu diberikan hanya sekadar partisipasi. Padahal mencoblos pilihan gambar adalah perjuangan, karena nasib kita lima tahun ke depan ditentukan ada pilihan satu kali di setiap lima tahun Pemilu itu.
Analoginya, kata Benie, kalau karyawan di Bakoel Kaffie ini demi dapat gaji, ia masuk dan wajib tepat waktu di hari kerja. Bila terlambat ada batasnya beberapa kali, ia diberi peringatan keras sampai dipecat. Sementara memilih Pemilu saat mencoblos, disebut partisipasi.
INI EO MILIK ALUMNI SMA 1 DURI YANG TAMPILKAN KANGEN BAND DI POKOK JENGKOL PETANG INI.
“Pihak kita meremehkan Pemilu, pihak sebelah antusias memberikan suara,” katanya. Jadi perubahan di masyarakat kita, adalah tanggung jawab itu. Perubahan akan menjadikan segala sesuatu lebih baik. Yang tak boleh berubah adalah rasa kopi, berapapun mahalnya.
Kemudian mata saya tertuju pada tulisan di tiang dengan koleksi iklan lama, yang membawa nuansa kita berada di masa lalu. Alexander King berkata lengkapnya begini : “Actually this seems to be the basic need of the hian heart in nearly every great crisis a good hot cup of cooffe.”
Jadi setiap manusia punya hati. Hatinya butuh penghangat. Ia akan mencari kopi, karena dalam setiap hirup kopi ada rasa nikmat dan nyaman. Ini menjadi filosofi kopi yang tetap penting termasuk saat darurat atau krisis.
Bak Petualang.
Usai memesan latte panas, satu penjaga Bakoel Koffie menawarkan jajanan pasar. Penganan lama itulah teman sore Benie Ilman dan saya sampai lepas magrib.
Bakoel Koffie cocok sebagai tempat berkumpul dari siang hingga malam. Ia buka pukul 08.00 sampai 12.00 malam. Sebuah petualangan kopi yang memadukan sejarah, rasa, dan atmosfer hangat.
Saya sebut petualang karena ini kopi yang tidak biasa. Itu diketahui saat Benie ke kasir terlihat debit hampir Rp 250.000, Sebab Latte dibandrol Rp 50.000, air mineral yang dipanaskan Rp 30.000, kue tradisional Rp 10.000/biji. Belum termasuk pajak dan layanan. lebih atau sama mahalnya dengan makan kenyang di lapau Sederhana. Ada harga. Ada nilai tambah, itulah Bakoel Koffie. Itu pula perubahan. Selamat merayakan libur Ahad yang indah (andi mulya).***
Bernagari dan Bernegara (1): ORANG MINANG DAN ASAL MULA BERNEGARA.
3 thoughts on “INI INTI DISKUSI DENGAN BENIE ILMAN: SEMUA HARUS BERUBAH KECUALI RASA KOPI”