Oleh Andi Mulya
Pohon yang berbuah sangat manis sering terkena lemparan batu. Walau di sebelahnya juga tumbuh puluhan pohon lain. Mereka tidak dilempar karena tidak ada yang bisa dirampas buah darinya.
Sang waktulah yang menentukan bahwa pohon itu semakin tinggi sampai satu ketika orang hanya bisa menunggu kapan buahnya akan jatuh. Bukan karena tertib dan santunnya pada pohon itu. Melainkan lemparannya tidak sejauh tingginya pohon.
Pohon yang berbuah kini lebih beruntung. Saat pohon sekitarnya ditebang ssbagai sumber kayu bakar. Hanya pada masyarakat yang sombong, bodoh, dan tidak berdaya saing serta inovatif sajalah pohon yang bagus tidak mereka pelihara. Apalagi kembangkan. Melainkan mereka bunuh seketika. Agar buahnya bisa diambil dengan mudah.
Nah bila di banyak lembaga lembaga yang berisi orang orang pintar… disisihkan oleh mereka yang berselera menguasai, dan mengambil manfaat tapi membunuh mereka yang potensial menghasilkan ‘buah’…. saat itu pula tidak ada hasil yang unggul.
Yang ada hanyalah pengakuan demi pengakuan sebagai keputusan politik dari cara hidup seolah olah modern. Padahal tidak ubahnya bagai mencari makan bergerombol.
Kalau tidak percaya… tanyalah kepada para peladang di semua pelosok. Dulu mereka mudah mencari makan. Kini kayu kayu besar sudah ditebang. Orang orang kota, katanya, tidak lagi mengerti Alam Takambang jadi Guru.
Wayuikk.
Selamat Menyaksikan Gerhana