logo mak-adang.com

Catatan Harianku (1069): ANTARA KAMAR 908 LUMERE DAN GUNUNG PANGILUN.

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     14/07/2023    Catatan Harianku 3   470 Views
Catatan Harianku (1069): ANTARA KAMAR 908 LUMERE DAN GUNUNG PANGILUN.
BANJIR KOTA PADANG TAHUN 2016. Air setinggi dada orang dewasa dan merusak rumah salah salah guru MAN 3 Padang. (Foro sumbar.kemenag.go.id)

Begini Galaunya Perjalanan Ampera Salim.

Kala menginap di Lumire Hotel, Senen, Jakarta, pada Rabu malam, alumni pascasarjana Universitas Gajahmada itu dapat tidur dengan nyenyak.

Pada pukul 23.00 obrolan kami berakhir di kamar 908. Ia tidur di dipan sebelah jendela yang telah tiga malam ia huni. Sedangkan saya di dekat pintu berbatas dinding kamar mandi.

Pemandangan ke arah Kemayoran gemerlap oleh lampu gedung tinggi. Juga lampu jalan. Saya masih ingin membaca Harian Terbit yang dibeli Ampera tadi siang. Koran itu sudah lebih dulu saya tahu, karena Ampera mengirimkan tulisan untuk saya muat di Tamasya Jurnalistik, Mak-adang.com.

Apalagi saya ingin menonton televisi. Sebab rasa kantuk sudah hilang, karena berendam air panas di kamar hotel itu 30 menit. Ada beberapa chanel yang menggoda: National Geographic. Juga chanel lain berita nasional utamanya tentang Panji Gumilang yang sedang ‘heboh.’

Bagi Ampera tidur yang cukup menjadi penting karena dia memiliki rencana perjalanan yang padat hari berikutnya.

Pagi usai sholat shubuh obrolan kami berlanjut. Masih soal dunia menulis dan menjadi wartawan yang kami tapaki bersama. Ampera senang mampir dan sholat magrib ke Islamic Center Alquds, tempat saya tinggal dan menjadi ketua santri. Saya juga sering mampir dan mengirim tulisan ke Majalah Limbago tempat Ampera lebih dulu dipercaya sebagai penulis dan wartawan. Terbit dua kali sebulan. Tapi bagi saya lumayan untuk mengasah pengalaman menjadi wartawan ‘magang’ tak resmi.

Ampera mengulang kisahnya kembali setelah setahun di Jakarta. Lalu rezekinya, saya berhasil mempertemukan Ampera dengan Pak M. Nuh  Redaktur Pelaksana (Redpel) Harian Terbit.

BACA JUGA :  BANJIR TERBESAR DALAM 20 TAHUN, INI KONDISI KOTA PADANG HARI INI.

“Yang saya tahu, Mak Adang Andi Mulya itu PD dari dulu,” katanya disambut tawa kami. Sambil Ampera
menjelaskan adegan bagaimana cara saya memperkenalkan Ampera kepada Pak M. Nuh. Tersirat kata, andai langsung Ampera saja menghadap, mungkin Pak Nuh belum percaya. PD artinya percaya diri. Padahal kita kala itu masih muda sekali dan dari daerah, katanya.

Usai sarapan, cerita masih dilanjutkan. Lalu siap-siap ke Bandara pukul 08.00. Tak lupa Ampera melaksanakan sholat dhuha. “Berharap perjalanan lancar,” ucapnya.

Sampai di Padang.
Ampera Salim berangkat dari Jakarta ke Padang menggunakan layanan Citylink pukul 11.50. Setelah beberapa jam perjalanan, tepat pukul 14.30, ia tiba di rumahnya di Gunung Pangilun, sebuah daerah di Padang dengan kondisi udara yang cerah.

Akan tetapi kota Padang mulai diguyur hujan lebat setelah Isya.
Tepat 20.00 malam, jam yang sama sehari sebelumnya,  saat saya pertama tiba di Hotel Lumire. Hujan berlanjut hingga pagi hari, pukul 06.00, seperti tak akan berhenti.

BACO JUO : PASAMBAHAN BUKTI APA BAGI ORANG MINANGKABAU?

Berita di media online telah viral sejak 1 jam sebelumnya. Bahkan ada yang memuat sejak dini hari.

Ketika saya telepon pagi tadi, Ampera membenarkan situasi banjir tersebut. Banjir yang tak biasa. Lebih besar dari banjir parah 20 tahun lalu. Begitu tulis Da In, Hasril Chaniago.

Di ujung telpon Ampera mengatakan rumah dalam keadaan aman. Sebab sudah dibangun ulang, dengan tinggi lantai 1,3 meter dari sebelumnya. Saya lalu teringat dosen FPOK, fakultas saya yang kini bernama FIK-UNP (Fakultas Ilmu Keolahragaan  Universitas Negeri Padang).

Ada rumah Pak Zulfar Djezed, asal Payakumbuh. PD III di era saya jadi aktivis. Juga Pak Parno dosen renang. Ampera meyakini rumah kedua dosen itu mungkin terendam air. Memang sudah ditinggikan hanya bagian depan saja. Tidak penuh, seperti rumah mertua Ampera yang dibangun baru.

Banjir telah menguras energi, juga membutuhkan investasi besar bila rumah ingin aman di masa datang. Tapi tak hanya itu. Banjir telah menyebabkan Ampera bimbang untuk keluar rumah. Padahal ia mesti kembali bekerja sebagai tanggung jawab Kadinas Kominfo Kota Padang Panjang.

Investasi dan Ancaman Banjir Masa Depan
Mengingat potensi hujan semalaman yang dapat terjadi lagi di masa mendatang, pertanyaan muncul tentang berapa banyak investasi yang akan terdampak dan bagaimana hal ini mempengaruhi bangunan gedung dan rumah pendudik di Kota Padang, terutama di daerah-daerah yang mengalami genangan parah.

Peningkatan atau pembangunan ulang bangunan setinggi 1-1,5 meter mungkin perlu dipertimbangkan untuk mengantisipasi ancaman banjir.

Ini menjadi tantangan bagi Pimpinan Sumbar baik bagi wali kota Padang, maupun Gubernur Mahyeldi. Termasuk pemimpin penerus mereka. Penanganan banjir dan upaya pencegahan harus menjadi perhatian utama pemerintah setempat. Kebijakan dan langkah-langkah yang tepat akan menjadi PR berat para pemimpin tersebut.

Masalah terletak pada perbedaan antara muka tanah yang lebih tinggj dari permukaan laut di Kota Padang. Solusi terbaik haruslah mencakup berbagai pendekatan. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan adalah peningkatan sistem drainase, pembangunan tanggul yang lebih tinggi, dan pembenahan tata ruang yang mempertimbangkan ketinggian permukaan tanah itu jelas investasi yang tidak kecil.

Peradaban.

Apa pesan yang ingin kita tangkap dari peristiwa banjir besar ini? Lambat dan lama merosotnya peradaban manusia yang hidup di atasnya. Bila Da In- Hasril  Chaniago mencatat ini banjir 20 tahunan. Saya belum bisa membayangkan situasinya. Tapi potongan berita Kemenag Sumbar  tahun 2016, cukup untuk menggambar dampak banjir. Isinya satu rumah guru  MAN 3 Padang dihondoh banjir. Tapi ada sisi lain, yakni di beberapa tempat pemakaman ada yang hilang. Pagi tadi juga diberitakan ada mayat yang terbungkus ditemukan warga karena hanyut dari pemakaman yang dihondoh banjir itu.

Rumah adalah ‘sorga’ yang kita huni di dunia. Dari perandaian hadis Nabi, baiti jannati. Sedangkan makam adalah pemghubung kita dengan orang yang kita sayangi. Keduanya kini terganggu.

Sebagai pewaris dari ayahnya yang guru tarikat Syatariyah, Ampera sangat paham agama dan sangat mengamalkan hal-hal baik.  Pikiran baik itulah yang terganggu karena banjir besar ini. Antara nyenyaknya tidur di Lumere dan hujan tak reda di Gunung Pangilun:  Banjir. Dan entah bagaimana 10 dan 20 tahun ke depan. ***


3 thoughts on “Catatan Harianku (1069): ANTARA KAMAR 908 LUMERE DAN GUNUNG PANGILUN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *