Mak-adang.com, JAKARTA.
Ia lelaki kedua yang sempat bercerita panjang dengan saya. Wajahnya mirip dengan wakil gubernur di sini. Wajah Wagub itu terpampang di papan reklame besar di pintu masuk rumah sakit.
Panggil saja namanya Datuk, atau Datuk Corona lengkapnya. Ia menemani anaknya yang patah kaki akibat tabrakan sepeda motor. Dari ibu kota kabupaten ke arah kepulauan.
Anak laki-lakinya itu, katanya, tabrakan sesama sepeda motor di pertigaan dekat rumah. Sekitar empat jam dari rumah sakit, atau kota di pinggir sungai ini.
Orang-orang di Rumah Sakit (3): TEK BAYA ‘PEGAWAI’ DESA LAUT.
Bayangan saya tentu tabrakan keras, di jalan beraspal. Ternyata tidak. Ia heran pula dengan pertanyaan saya. Tapi kemudian ia mengerti. Begini analisanya yang saya tangkap sangat filosofis.
Pengaruh Air
Saya duduk di depan Datuk. Seperti berhadap-hadapan. Tapi posisi saya agak tinggi karena di anak tangga ke lima di samping lift. Datuk duduk di kursi warna limau manis untuk mahasiswi Akper.
Di belakang Datuk ada sejumlah ibu-ibu yang antri mengambil air panas. Kadang mereka menunggu agak lama. Sebab air di dispencer masih menyala merah: belum panas.
Info: MEDIA KURANG PEDULI LINGKUNGAN DAN BENCANA. INI LENGKAPNYA TEMUAN PAKAR UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Datuk berkata anaknya sudah hampir sebulan di rumah sakit. Entah apa sebabnya, setelah jatuh di motor ia terlalu lambat pulih.
“Heran… kenapa sekarang orang susah betul sembuh,” katanya.
Dan kalau jatuh, lanjutnya, sedikit saja bisa patah.
Saya menggangguk dan paham yang Datuk risaukan.
Dulu, jelasnya, di kampung orang jatuh dari pohon, tak apa-apa. Kini di kamar mandi saja, orang bisa lumpuh. Bahkan stroke. Oh iyakah?
Review (11) ANIES AKHIRI KUNJUNGAN KE SUMBAR, INI PESAN MORAL BAGI PEMBUAT SURVEI.
Saya ikut terbawa pendapatnya. Juga sebagai cara saya teman obrol yang tepat.
“Batul Tuk, di Sumur Ladang, Duri, masa saya kecil, ada anak sebaya saya kelas 4 SD, jatuh dari pohon kelapa, tak apa-apa,” tambah saya.
Bahkan ia membawa lading atau golok untuk memetik kelapa. Pemilik kelapa, ibu-ibu, suaminya pensiunan polisi, sudah cemas. Alhamdulillah si anak tidak masalah.
“Nah…itulah,” kata Datuk mendapat tempat atau lawan bicara yang pas.
Datuk kemudian berkata: “menurut saya, ada pengaruh air yang kita minum, air mineral inilah,” kata Datuk. Menggantung. Entah apa maksudnya.
ANDA ORANG MINANG (4): BAGAIMANA MENGABADIKAN NAMA PROF. HARUN ZAIN?
Orang dulu pak, kata Datuk, minum air tanah, masak sendiri. Kala ini Datuk memanggil pak ke saya.
Saya berfikir Datuk ini jangan-jangan benar. Mungkin ia punya mata batin? Indera ke enam.
Saya yang belajar filsafat mengerti tidak boleh menvonis salah. Kalau tidak ada usaha membuktikan, janganlah menyalahkan.
Apalagi yang dikatakan Datuk, kini tidak relevan. Bisa jadi nanti menjadi benar.
Soal makanan, bukankah beberapa jenis sudah pernah heboh bahwa makanan berpengaruh negatif, apalagi yang tidak alami. Tentang mie instans, tentang bumbu dapur serta mecin-mecin itu, tentang ayam goreng siap saji, telur ayam ras. Terakhir susu kental manis yang tak ubahnya hanya berisi pemanis. Seolah-olah hampa susu.
INI INTI DISKUSI DENGAN BENIE ILMAN: SEMUA HARUS BERUBAH KECUALI RASA KOPI.
Datuk sedang bergerak bibirnya bicara banyak. Tapi saya sudah berjanji mau ke lepau depan rumah sakit, membeli bubur dan roti untuk mama.
“Apakah bapak dosen,” tanyanya saat bergerak dari duduk.
“Tidak Tuk,” jawab saya. Saya orang penerbit, bekerja sebagai editor. Jawaban saya sekenanya.
“Saya yakin bapak dosen,” katanya lagi. Entah karena Datuk meramal saja, atau banyak teman dosen, wajah saya seperti dosen pula.
Tidak Datuk. Saya tersenyum sambil minta diri. Ke kamar 301. (andi mulya). ***
Masih ada dua kisah lagi oleh Datuk. Tapi diselingi sesuai urutan peristiwanya. Nantikan Rabu pekan depan:
Orang-orang di Rumah Sakit (5) Tek Baya: TUKANG LOUNDRY TERCANTIK DI DUNIA.
4 thoughts on “Orang-orang di Rumah Sakit (4): DATUK CORONA DAN RAMALANNYA.”