Oleh: M. Fuad Nasar.
Mak-adang.com menurunkan tujuh tulisan yang penting diketahui Orang Minangkabau yang disebut Anies Baswedan sebagai Kampungnya Para Pendiri Bangsa. Setiap Senin pukul 07.00 bagaimana sejarah bernegara ini kami terbitkan untuk dunsanak. Selamat membaca.***
Mak-adang.com, PADANG.
Kekuasaan Raja Minangkabau di Pagaruyung Batusangkar tidak mengambil atau mengurangi kedaulatan pemerintahan nagari. Rusli Amran dalam Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang (Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1981) menjelaskan bahwa Raja Minangkabau tidak lain dari simbol belaka, tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, tidak memerintah, tapi hanya menjalankan seremoni-seremoni adat karena yang ada hanyalah pemerintahan nagari.
Pemerintahan tradisional nagari di bawah pimpinan penghulu adat dan wali nagari berjalan sebagai bentuk demokrasi asli bangsa Indonesia. Rajo adil rajo disembah, rajo zalim rajo disanggah (pemimpin adil ditaati, pemimpin zalim, pemimpin yang sewenang-wenang bisa disanggah/dikoreksi).
Sabalun Iko : Bernagari dan Bernegara (5): INI POTRET KEMANDIRIAN NAGARI KALA RAJA PAGARUYUNG BERKUASA.
Di Minangkabau, pemimpin didahulukan selangkah ditinggikan seranting. Pemimpin tidak dipuja dan diagungkan secara berlebihan atau mengabaikan akal sehat. Pemimpin tidak dikultuskan atau dipandang sebagai sosok orang suci yang tidak mungkin melakukan kesalahan. Menurut hemat penulis, ini merupakan salah satu sumbangan besar adat dan budaya Minangkabau terhadap pengembangan demokrasi yang berdasarkan Pancasila.
Keluhuran adat Minangkabau dan pengaruh agama Islam mengajarkan sistem kemasyarakatan ideal bukan berdasarkan individualisme ataupun totaliterisme, tetapi berdasarkan atas keseimbangan antara orang seorang (individu) dengan masyarakatnya atau dalam antropologi disebut gemeenschap. Pepatah adat yang terkenal mengatakan, Ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun (ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun).
Nagari di Minangkabau disebut republik-republik kecil oleh seorang penulis Belanda bernama De Rooy (1889). Istilah republik-republik kecil sangat tepat dinisbahkan pada nagari. Republik-republik kecil selama revolusi kemerdekaan berperan sebagai penyangga republik besar yang bernama Republik Indonesia. Orang Minangkabau dengan sistem pemerintahan bernagari sekaligus mempraktikkan pemerintahan republik dan menegakkan supremasi hukum, dimana hukum adat dan hukum Islam mengatur kehidupan bersama sebelum lahirnya Republik Indonesia.
Keberadaan nagari dengan adat istiadat selingkar nagari tidak dapat dipisahkan dari budaya merantau orang Minang. Seperti diungkapkan oleh sosiolog terkemuka Dr. Mochtar Naim dalam karya legendarisnya Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau (Yogyakarta: UGM Press, 1984), Bahwa ikatan sosial berdasarkan nagari di rantau bukanlah imajiner, tapi adalah riil. Secara sosiografis kita bahkan dapat membayangkan adanya replika dari struktur sosietal masyarakat Minangkabau di rantau yang tradisional yang berhimpitan dengan struktur sosietal masyarakat rantau, seolah-olah ada Minangkabau mini di setiap rantau, dimana setiap perantau tahu persis ke organisasi bernagari mana dia masuk.
Orang-orang di Rumah Sakit (5): TEK BAYA SI TUKANG LOUNDRY TERCANTIK DI DUNIA
Sejarah mencatat setelah tercapainya kemerdekaan, pemerintah dan masyarakat mengambil inisiatif membangun sekolah-sekolah, memperbaiki masjid, surau, balai adat, pasar, jalan raya, bandar-irigasi, tepian pemandian, pandan pekuburan, mengangkat penghulu sebagai pemangku adat dalam suku, di samping menyelenggarakan administrasi pemerintahan. ***
Bernagari dan Bernegara (6): BEGINI NAGARI MENOPANG KEHIDUPAN MASA LALU.
Bernagari dan Bernegara (7): AKHIRNYA BANAGARI, TAPI BEGINI KONDISI KAMPUNG HALAMAN.
Info Lain: PASAMBAHAN BUKTI APA BAGI ORANG MINANGKABAU?