Ini kumpulan tulisan keempat Mak-adang. com tentang Minangkabau yang dimuat secara bersambung. Kembali Fuad Nasar mengupas tentang Minangkabau yang berubah. Perubahan yang disyukuri atau dicemaskan. Walau semangat perubahan di Ranah Minang kini sedang tak terbendung. Selamat membaca. ***
OLEH: M.FUAD NASAR
Kenapa Minangkabau tempo doeloe banyak melahirkan tokoh besar bangsa, melahirkan ulama, dan pemimpin-pendiri republik yang hebat, serta saudagar-saudagar besar?
Salah satu kuncinya ialah budaya Minang amat menghargai pendidikan.
Dalam nilai-nilai hidup orang Minang; biarlah makan dengan garam, asalkan anak bisa bersekolah. Pendidikanlah yang diharapkan bisa merubah nasib anak kemenakan. Pendidikan membuat seseorang beralam lapang. Dalam bahasa pergaulan sehari-hari ada ungkapan cimeeh (olok-olokan), “Jangan cuma dasi yang panjang, tapi akal pendek…”
Pendidikan tidak sebatas meraih prestasi belajar di sekolah dan di kampus kuliah. Pendidikan meliputi pembinaan karakter, akhlak, moral, sosial, kearifan, bijaksana-bijaksini dan ketajaman spiritual sebagai manusia khalifah Allah di muka bumi. Orang Minang yang cerdas berilmu dan ditempa pengalaman sesuai falsafah alam takambang dijadikan guru, mengerti gerak-gerik orang, bersikap keras di waktunya dan bersikap lunak di ketikanya. Tidak pula ibarat; “Tong kosong nyaring bunyinya. Air beriak tanda tak dalam.”
Kepribadian tuna sosial dan tuna moral tidak dihargai dalam budaya Minangkabau. Sebuah ungkapan mengatakan, “Kok bagak, urang indak ka bacakak do. Kok kayo, urang indak ka mamintak do.” (Kalau anda pendekar, orang tak akan menantang berkelahi. Kalau kaya, orang tak akan meminta kekayaan anda). Orang yang menunjukkan kesombongan dan keangkuhan, dipandang oleh masyarakat dengan kesombongan pula.
Jejak Sang Tokoh.
Jejak kesuksesan dan legacy tokoh-tokoh Minang abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa. Para tokoh Minangkabau generasi proklamasi, antara lain Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Assaat, Dr. Adnan Kapau Gani (A.K. Gani), Ahmad Rasjid (A.R). Sutan Mansur, Duski Samad, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Zainal Abidin Ahmad, Bagindo Dahlan Abdullah, Dokter Achmad Mochtar, Dokter Haji Ali Akbar, Nasaruddin Latif, Rahmah El Yunusiyyah, Bustami Abdul Gani, A. Ghaffar Ismail, Bey Arifin, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Rohana Kudus, Rasimah Ismail, Abdoel Moes, Mohammad Radjab, Rosihan Anwar, Zakiah Daradjat, dan sejumlah nama besar lainnya di berbagai bidang yang patut dikenang. Mereka adalah manusia yang membuat sejarah dan memiliki reputasi nasional.
Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa orang-orang besar dan hebat di masa lalu, termasuk tokoh-tokoh Minang, menyampaikan gagasan, pemikiran, wawasan keagamaan, ideologi dan visi bangsa kepada generasi muda bangsanya. Mereka ada yang berpendidikan Eropa/Belanda, tetapi alam pikirannya adalah alam pikiran bangsanya sendiri.
Para tokoh besar Minang di masa lampau dikenang karena gagasan pemikiran dan keteladanannya. Untuk itu budaya membaca dan menulis serta berkarya perlu dipupuk di kalangan generasi muda Minang di masa kini, di samping budaya bercerita. Generasi unggul yang eksis dalam glokalisasi dan globalisasi harus memiliki kekuatan literasi di atas rata-rata. ***
Senin depan :
Minangkabau dan Perubahan (3): PANDAI BERBAHASA MINANG? INI MAKNA DAN MANFAATNYA
One thought on “Minangkabau dan Perubahan (2): RELA LAPAR DEMI SEKOLAH, BEGITU NINIK MAMAK DULU”