logo mak-adang.com

Novel 1 (Bag 2): SANG MAESTRO PENDIDIK KAMI

 Dr. Andi Mulya, S.Pd., M.Si.     29/12/2023    Novel,Novel Nagari Keramat 1   232 Views
Novel 1 (Bag 2):  SANG MAESTRO PENDIDIK KAMI

Mak-adang.com kembali hadir  dengan memuat secara bersambung novel 1 Mak Adang dari Nagari Keramat, setiap Jum’at pukul 07.00. Hal ini sebagai wujud rasa syukur di usia 53 tahun tepat pada 5  Januari 2024 ini.

Sebelumnya Novel Mak  Adang dari Nagari Keramat sudah pernah dimuat di media sosial (fb) kami tahun 2015. Akan tetapi 10 cerita terakhir hanya dimuat sinopsisnya saja. Beruntung kala itu, novel ini sudah ada yang minat dan berkontribusi untuk biaya cetak sebelum naskahnya selesai. Seiring dengan itu kami mengucapkan terima kasih kepada sanak saudara, sahabat, guru dan semuanya atas perhatian yang luar biasa. Ucapan terima kasih tersebut akan kami muat di bagian lain, Selamat membaca. ***

Cerita 1 (h.3-6)

Mulai dari bacaan Auzubillahi minasyaithonir rojiiiiiiim, sampai
beberapa ayat pendek dan artinya dibaca, maka bacaan itu pas berakhir saat kaki sudah sampai di pagar dan halaman masjid. Mak Anas guru mengaji kami sekaligus gharin
mengumandangkan azan.

Melihat saya sudah rapi, Mak Tuo menghentikan zikirnya. Ia ingat akan bercerita tentang Mak Adang. “Peti itu dibawa Mamak Waang (kamu) sepulang sekolah dari Amerika,” kata Mak Tuo sambil memutar duduk sedikit. Di kampung ini, lanjutnya, kala itu hanya ada satu saja pemilik radio, itu
pun jauh dari rumah. Waktu itu ada yang menyampaikan Mak Adang akan kembali dari Amerika ke Jakarta.

Sabalun iko: Novel 1 (Bag 1): SANG MAESTRO PENDIDIK KAMI
Lalu berita kepulangannya pun disiarkan oleh Voice of America (VoA), radio Negara itu. Namun kemudian dirilai (dipancar-teruskan) oleh RRI di Jakarta. Wartawan bertanya apakah pendidikan dan seminar penerbitan dan percetakan yang diikutinya memuaskan selama di Amerika. Mak
Adang menjawab puas dan akan mengembangkannya di
tanah air. Waktu itu, Mak Adang aktif di Balai Pustaka, dan keberangkatannya ke AS juga atas rekomendasi BUMN
tersebut.

“Apakah Mak Tuo ikut mendengarkan radio itu?” tanya saya. “Tidak, tapi ada Mamak mu yang kuliah di Padang,
dengan beberapa orang temannya bercerita kepada Mak Tuo.”
Lalu?

BANJIR DI PANGKALAN, BERAPA JAM LEBIH LAMA TAK MASALAH LEWAT TELUK KUANTAN

Dia ditanya mengapa terlalu banyak buku yang dibawa ke tanah air. “Sebab saya perlu banyak bahan bacaan yang
diperlukan di tanah air, sementara saya belum tentu bisa ke
sini lagi,” jawab Mak Adang, ditirukan Mak Tuo kepada saya.
Buku-buku?
Ya buku-bukulah yang paling banyak dipaketkan Mak
Adang kala dia pulang dari Amerika. Dan di rumah kecil
ini, semua Etek dan Mamak yang pulang dari sekolah atau
kuliah selalu membawa buku-bukunya. Sebagian tersusun
rapi, sebagian menumpuk di sudut rumah.
Membongkar buku buku Mak Adang, serta Mamak atau
Etek saya yang lain, di masa kecil itu bagai mencongkel kacio
(celengan) agar keluar duit koinnya satu demi satu. Buku
Mak Adang dengan gambar-gambar di negara Adi Daya
itu, termasuk foto-foto kegiatannya sendiri kala di sana,
makin mendorong saya untuk tahu tentang Mak Adang.
Azan Magrib dari Masjid Rao-Rao kemudian berkumandang
indah. “Alllahu Akbar.. Alllahu Akbaaaar..” Mak Tuo
menjawab Azan sambil menempelkan telunjuk pada bibirnya.
Cerita tentang Mak Adang harus terhenti sejenak.
Di luar rumah yang berudara sejuk, malam mulai merangkak.
Gelap.
Usai azan, Mak Tuo terbiasa sholat sunat dulu. Dengan
diimami satu Mamak saya, kami sholat magrib berjamaah.

Uwia-uwia, binatang seperti serangga yang bersuara melengking,
terdengar di luar rumah. Magrib memang pertanda
bahwa kampung sudah mulai sepi. Hanya beberapa rumah
saja, termasuk di rumah kami, bila ada strongkeng (lampu
petromak) yang lumayan terang.
Usai Magrib, pintu diketok. Etek As pulang dari Padang.
Etek adalah panggilan adik Mama, serupa Bibi atau tante.
Etek membawa kabar, sepucuk surat dari Mak Adang di
Medan. Ringkasnya, Etek mengabarkan agar Mak Tuo datang
ke Medan. Mengaji usai magrib, jadi tidak tenang saya
ikuti. Dalam hati saya menunggu-nunggu lanjutan cerita
Etek. Kalau benar Mak Tuo ke Medan, siapa tahu, dia bermurah
hati membawa saya serta.
Berlibur ke Medan bukan main senangnya. Apalagi bila
Mama, dan adik saya juga dibawa serta Mak Tuo. Dan
sosok lelaki lu- lusan AS yang tergenggam fotonya dalam
buku mengaji ini, akan saya temui. Ingin sekali rasanya
cepat berjumpa Mak Adang. Bagaimana gayanya bicara,
gayanya membaca, atau mungkin juga marahnya. Apakah
bahasa Asing–Inggris dan Jepang, juga Belanda– yang dikuasainya,
masih sering ia ucapkan.
Keputusan rapat Etek dan Mak Tuo, serta Mamak saya
yang di kampung, usai Magrib ini yang akan menjawabnya.
***


One thought on “Novel 1 (Bag 2): SANG MAESTRO PENDIDIK KAMI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *