Dari Kesan Seorang Teman.
Hari ini, sepekan yang lalu, terjadi peristiwa yang buruk di Rejang Lebong. Zaharman seorang alumni Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) buta permanen karena ketapel orang tua siswa. Pelaku menyerahkan diri pada Sabtu malam, setelah buron lima hari.
Berita online dan TV nasional telah banyak mengulas peristiwa ini. Namun siapa sebenarnya Ajo–demikian Zaharman dipanggil oleh teman seangkatannya? Berikut ini, saya tulis untuk Mak-Adang.com secara bersambung hingga 17 Agustus 2023 ke depan. Selamat mengikuti.
***
Tidak ada yang mengenal Zaharman (58) 37 tahun lalu, tepatnya ketika ia menjadi mahasiswa jurusan Pendidikan Olahraga (PO), FPOK, IKIP Padang. Kini disebut Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Padang.
Tapi, kala itu, tidak ada yang tidak kenal Zaharman. Lelaki tinggi, berkulit gelap, dan sedikit pendiam.
Harminal, salah satu teman akrabnya, tadi siang menceritakan kepada saya, tentang lelaki asal Kampung Dalam, Pariaman itu.
Dimulai dengan kata maaf, Harminal, mengatakan Ajo orang yang sangat prihatin secara ekonomi saat kuliah. Kala itu, umum terjadi, mahasiswa IKIP, atau calon guru, dalam tanda kutip, memang rata-rata tidak kaya. Tapi dari uraian Harminal, Zaharman lumayan prihatin.
Harminal tidak mengetahui pekerjaan orang tua dan jumlah Zaharman bersaudara. Namun yang ia tahu, Ajo bekerja sambil kuliah di rumah makan kecil milik saudaranya. Posisinya yakni di samping SMA IKIP atau disebut SMPP, kemudian dikenal sebagai SMA 8. Masih di Komplek IKIP, karena SMA itu binaan universitas ini. Termasuk SMA unggul karena pengajarnya banyak melibatkan dosen terbaik IKIP Padang.
‘Buku’ Zaharman.
Setiap hari, termasuk Sabtu dan Ahad, Ajo bekerja di lepau nasi itu. Tidak kekurangan tampaknya soal makan, karena gratis di tempat bekerja. Tapi bagi Ajo cukup berat untuk membayar sewa kos, SPP, termasuk untuk beli buku.
Itu mungkin sebabnya, kata Harminal, Ajo tidak pernah tampak berpacaran, atau berani menyatakan suka pada mahasiswi IKIP yang mungkin dekat dengannya
“Ajo tampak tidak PD (percaya diri), walau ia mungkin disukai,” kata Harminal.
Teman berdekatan kos di Jalam Parkit, Air Tawar itu, menebak Ajo mungkin sangat menyadari ‘hidup’ masih dalam perjuangan.
Harminal bahkan melihat dengan mata dan kepala sendiri, Ajo tidak punya anggaran untuk beli satu buku tulis pun.
Air mata saya, terus terang, siang tadi kemudian bercucuran mendengar kisah ini. Terbayang betapa hebatnya Ajo, yang saya kenal baru melalui pemberitaan sepekan ini. Mengapa?
Kata Harminal, Ajo mengumpulkan semua kertas bekas bungkus obat nyamuk bakar yang banyak dipakai kala itu. Lalu ia melipatnya sampai 5-7 lembar.
Saat kuliah, bagian dalam kertas obat myamuk itu yang ia keluarkan selembar semi selembar.
“Aa nan bakaluaan tu Jo?” tanya Harminal. Artinya apa yang dikeluarkan tu Ajo. Ajo artinya uda atau abang, panggilan khas Pariaman. Boleh disingkat Jo saja dalam percakapan.
“Eh hehe, iko yang ado,” jawab Zaharman. Maksudnya hanya ini yang ada. Kertas obat nyamuk adalah ‘buku tulis’ Zaharman kala itu.
Anugerah.
Saya menyebut Zaharman adalah anugerah dari Allah Swt. Tuhan yang maha kaya, kepada kampus, termasuk untuk bangsa ini. Simaklah siapa Zaharman.
Walau tidak berada, Zaharman orang yang paling lucu dan kocak. Humanis dan menyenangkan.
Saya minta Harminal menjelaskan lucu bagaimana? Saya pun terkagum akhirnya.
Zaharman mahasiswa kelas B dari jurusan PO 1986. Kala itu, kata Harminal, setiap jurusan baik Kesrek dan Kepel memiliki masing-masing dua kelas. Setiap kelas bisa 40 orang lebih. Jadi setiap jurusan bisa 80-90 orang.
Kadang kala kuliah digabung sehingga kedua kelas A dan B membuat penuh GOR atau lapangan atletik.
Zaharman karena lucu, paling dikenal oleh dosen. Bahkan ada dosen mengaku, tidak mampu memandang Ajo, karena rusak kosentrasi mengajarnya. Ia bicara datar, tapi orang terbahak karenanya. Jadi, kala itu, kalau tidak ada Zaharman, jelas Harminal, tidak heboh (ramai).
Satu kali, kisahnya, Pak Damrah, pengajar Pramuka, menanyakan siapa yang tahu lirik lagu “Gema.” Semua mahasiswa terdiam. Tidak tahu karena belum pernah mendengar lagu khas anak Pramuka itu.
Ajo lalu menunjuk tangan. Pak Damrah lalu mempersilahkan Ajo. Bukannya menjelaskan lirik, Ajo lalu setengah bernyanyi: ” Gema, Gemma, Gemmma, ku sayang padamu.” Irama lagu dangdut yang sedang viral kala itu.
Pak Damrah tidak marah. “Bagus. yang penting orisinil (tidak meniru),” begitu puji Pak Damrah. Ajo paling bisa.
Kejadian lucu sering berulang. Bahkan dengan dosen senior, seperti Pak Sugiri San, pun tak sanggup marah. Pak (alm) Sugiri, semoga berlimpah kebaikan akhiratnya, dikenal sangat ketat dan berat untuk mahasiswa bisa lulus. Kepada Ajo ia bisa tertawa kalau Ajo bercanda, bahkan melihat saja. Ajo diminta untuk menunduk agar kelas tidak ‘gaduh.’
Mengabdi.
Walau ekonomi sulit, Ajo bisa lulus tahun 90, dan mengabdi di Bengkulu sejak tahun 1992. Awalnya Ajo di kota Bengkulu, kemudian SK-nya keluar di Rejang Lebong, tempatnya sudah 31 tahun menjadi guru di daerah ‘rawan’ itu. Sejumlah teman malah menyebutnya daerah “Texas,” untuk menjelaskan tidak mudah bagi pendatang meski seorang guru untuk bertugas dan betah di sini.
Kata Harminal, banyak kawan yang kemudian pindah dari Bengkulu. Ajo malah bertahan sampai akhir masa pensiunnya yang tinggal dua tahun lagi.
Harminal mendapati kontak dengan Ajo dengan cara yang tidak mudah. Berkisar tujuh bulan lalu, dicari melalui pangkalan data Dikti. Kemudian menelpon ke administrasi sekolah. Dan benar Ajo di SMA 7 Rejang Lebong itu. Sekolah yang Ortu siswanya mengetapel tepat bola mata kanan Ajo. Padahal Ajo menjelang pensiun sudah relatif sakit-sakitan. Ini bahasa Harminal. Ia terkena diabetes. Itu pula sebabnya mata kiri Ajo terkena katarak dan penglihatannya samar-samar. Mungkin hanya tinggal 30 persen. Sementara sepekan lalu, mata kanan satu-satunya itu dirampas oleh ketepel orang tua siswa yang anaknya ditegur, ada menyebut dikasari/ditendang oleh Zaharman.
Bagi saya, Ajo yang saya kenal sepekan ini, adalah Ajo yang luar biasa. Ajo adalah anugerah bagi kawan-kawannya. Juga bangsa ini.
Problemnya memang bangsa besar ini tidak mengerti bagaimana seorang guru olahraga telah menghabis umurnya untuk daerah yang rawan dan sulit. Termasuk mengambil apa yang terbaik dari Ajo saat ini. Matanya dan batinnya. (andi mulya) ***
Bersambung.
Semoga Uda Zaharman Allah karuniakan kesehatan dan kesabaran atas apa yang beliau alami. Pelakunya juga mendapat ganjaran yang setimpal. Aamiin
lamo ambo merenung mambaco berita tentang kejadian yang manimpo Senior kito ko, sebab ambo lamo menjalankan tugas sebagai Penegak di siplin sekolah. Tahun 90 an tu, guru olah raga lah yang mampu managakkan.
Hampir setiap hari ambo mendapatkan ancaman melalui SMS HP, dan panggilan yang tidak sopan di sepanjang perjalanan menuju sekolah dan bahkan orang tua yang datang langsung mengancam ( pernah satu ketika mambao Pisau yang cubo di gores goreskan ke badannyo menunjukkan beliau urang tahan pisau).
Tapi hanya sebatas ancaman semacam itu dan belum ado yang melakukan tindakan seperti kejadian terhadap senior kito tu.
Apolah nan salah kininitu?
Kito keluarga besar FPOK//FIK merasa berduka dan sangat prihatin dengan kejadian iko. Semoga Senior kito ko Capek Pulih.
Dan Tulisan adinda DR. ko mambao ambo ka masa lalu yang penuh kenangan, ambo mancubo mengenang senior 86 yang penuh kenangan, karano merekalah yang zaman itu mengajarkan ka kami untuak ” Bagak” menghadapi intervensi dari luar kelompok.
Namun indak pernah basuo puluhan tahun, mako secara wajah ambo lupo jo seniorko, tapi dalam kenangan ambo masih taringek ado senior yang karajo di rumah makan dan kami 88 pernah di ajak dek senior 86 jalan ka Kampuang Dalam Pariaman Maso itu.